Dokumen Bungbung Gebyog

Bungbung Gebyog

Bungbung Gebyog awal mulanya ada di Desa Dangintukadaya dimulai dari adanya gotong royong menumbuk padi diatas kentungan/lesung. Kentungan adalah balok kayu yang panjangnya 4 meter dan lebar 50 centimeter yang dilubangi sedemikian rupa secara memanjang (horizontal). Alat penumbuk/pemukul disebut “Luu” terbuat dari kayu yang ukurannya tidak ditentukan sehingga menimbulkan suara yang berbeda-beda antara penumbuk satu dengan yang lain. Secara tidak langsung muncullah suara oncang-oncangan atau cecandetan saat menumbuk padi diatas kentungan tersebut. Oleh sebab itu, masyarakat Desa Dangintukadaya membuat sebuah kesenian sederhana yang disebut Gamelang Bungbung Gebyog. Alat Gamelan disesuaikan dengan kentungan yang dibuat tidak berlubang, tetapi menyerupai sebuah papan datar, penumbuk/pemukul yang disebut “Luu” diganti dengan menggunakan bambu satu ruas yang ujung pada ruasnya dipotong sehingga berlubang dan pada pangkalnya dibiarkan tertutup yang disebut Bungbung.

Bungbung Gebyog pada zaman kemunculannya dimainkan oleh para wanita. Ini dilakukan saat mengelolah padi/nebuk padi menggunakan luu, dikentungkan, dan untuk membersihkan lagi ditumbuk pada sebuah lesung. Menurut kepercayaan, ini erat kaitannya dengan Dewa Sri (Dewanya padi). Oleh karena Bungbung Gebyog, menumbuk padi penabuhnya adalah 8 orang wanita.  Pola kotekan ini meniru pukulan menumbuk padi, atau membuat tepung beras yang juga merupakan kegiatan sehari-hari wanita desa.  Dengana demikian, terciptalah suara yang khas dari instrument Bungbung itu yang disebut “Gebyog”. Bungbung Gebyog juga pernah dimainkan untuk mengiringi tarian semacam tari Joged Bumbung. 

Sejak awalnya terbentuk, gamelan Bungbung Gebyog berfungsi sebagai pengiring upacara keagamaan, karena masyarakat Jembrana pada saat itu mempercayai bahwa  kesenian Bungbung Gebyog sangat erat kaitannya dengan Dewi Sri. Kesenian Bungbung Gebyog pada saat itu rutin dipentaskan beriringan dengan upacara mantenin padi di lumbung, hal tersebut dilaksanakan semata-mata sebagai ucap syukur terhadap Dewi Sri atas hasil panen yang berlimpah. Dalam pementasannya juga kadang melibatkan dua hingga tiga grup barungan yang lazim disebut dengan “Mebarung”. Sekitar tahun 1925 seiring perkembangannya Bungbung Gebyog mengalami perkembangan pada bentuk pementasan sebagai pengiring tarian pada drama tari prabu lasem. 

Gamelan Bungbung Gebyog terdiri dari delapan buah bungbung dan alat lain seperti lesung dan sebidang papan. Kedelapan bungbung tersebut menggunakan laras pelog empat nada yaitu: Dong (4), Deng (5), Dung (7), Ding (3). Dalam permainannya tidak ada instrumen melodi pembawa lagu, semua pukulan terdiri dari oncang-oncangan dari bungbung satu, dua, tiga, empat dan seterusnya. Cara memaikan bungbung tersebut diatas papan dan di bawah papan yaitu tepatnya di bagian ujung kanan dan kiri papan di tarung dua buah lesung yang berfungsi sebagai penunjang papan dan sebagai pelawah. Masing-masing instrumen tersebut adalah:

  1. Bungbung satu sebagai ugal/nyandet satu
  2. Bungbung satu sebagai ugal/nyandet dua
  3. Bungbung satu sebagai ugal/nyandet tiga
  4. Bungbung satu sebagai penyandet empat
  5. Bungbung satu sebagai penyigcig satu
  6. Bungbung satu sebagai penyigcig dua
  7. Bungbung satu sebagai penyigcig tiga
  8. Bungbung satu sebagai penyigcig empat
  9. Papan berfungsi sebagai tumpuan dari bungbung
  10. Lesung berfungsi sebagai penyagah papan dan sekaligus pelawah

 

Bungbung Gebyog terdiri dari dua suku kata yaitu kata bumbung dan gebyog. Kata bumbung sudah diketahui oleh masyarakat Bali, bahwa bumbung adalah bambu yang terdiri dari satu atau beberapa ruas yang pada ujungnya dipotong sedemikian rupa, sehingga berlubang dan pada pangkalnya dibiarkan tertutup. Sedangkan suara yang ditimbulkan oleh instrumen bumbung yang dihentakkan secara bersamaan disebut gebyog. Gamelan Bungbung Gebyog ini merupakan gamelan yang unik dari segi instrument, pementasan, segi pemukulan dari alat ini.

Bungbung Gebyog terdiri dari dua kata Bumbung dan Gebyog. Mengenai kata Bungbung sudah diketahui oleh masyarakat luas khususnya di Bali, bahwa Bungbung adalah bambu yang terdiri dari satu atau beberapa ruas dimana ujung dari bambu tersebut dipotong sedemikian rupa sehingga berlubang dan pada pangkal dari bambu di biarkan tertutup. Bungbung Gebyog adalah barungan gamelan alit, yang juga berasal dari Jembrana, yang terbuat dari bambu. Gebyog merupakan musik masyarakat tani yang sangat sederhana, biasanya dimainkan pada waktu musim habis panen oleh sekelompok ibu-ibu untuk mengungkapkan rasa gembira. Barungan ini dibentuk oleh antara 8 sampai 12 (dua belas) Bungbung Gebyog, tanpa nada pasti, yang dimainkan oleh pemain wanita. Setiap orang pemain memegang sebuah bumbung dan membunyikan instrumennya dengan membenturkan pangkal bumbung pada sebuah alas dari kayu dalam pola kotekan yang lazim disebut oncang-oncangan. Pola kotekan ini meniru pukulan menumbuk padi, atau membuat tepung beras yang juga merupakan kegiatan sehari-hari wanita desa. Gebyog juga dimainkan untuk mengiringi tarian semacam tari Joged Bumbung. Dengan demikian timbul lah suara oleh instrument Bungbung itu yang disebut “Gebyog”.

Sejak awalnya terbentuk, gamelan Bumbung Gebyog berfungsi sebagai pengiring upacara keagamaan, karena masyarakat Jembrana pada saat itu mempercayai bahwa kesenian Bumbung Gebyog sangat erat kaitannya dengan Dewi Sri. Kesenian Bumbung Gebyog pada saat itu rutin dipentaskan beriringan dengan upacara mantenin padi di lumbung, hal tersebut dilaksanakan semata-mata sebagai ucap syukur petani terhadap Dewi Sri atas hasil panen yang berlimpah. Seiring berjalannya waktu, kemudian kesenian Bumbung Gebyog mengalami perkembangan sehingga kesenian Bumbung Gebyog disamping sebagai pengiring upacara keagamaan, gamelan Bumbung Gebyog juga berfungsi sebagai sarana hiburan masyarakat yang pada pementasannya disertai dengan Joged Bumbung”.

Bentuk Instrumen Gamelan Bungbung Gebyog:

  1. Papan/pandelan: Papan yang memiliki panjang kurang lebih tiga meter yang berfungsi sebagai tempat menghentakkan bumbung. 
  2. Lesung: Dua buah lesung yang memiliki panjang kurang lebih setengah meter yang diletakkan di kedua ujung papan, posisi mulut lesung mengarah keatas, fungsi lesung adalah sebagai penyanggah papan sekaligus sebagai pelawah/tempat untuk meletakan papan.
  3. Bumbung: Bumbung adalah bambu yang terdiri dari satu atau beberapa ruas yang pada ujungnya dipotong sedemikian rupa, sehingga berlubang dan pada pangkalnya dibiarkan tertutup. 
  4. Tabeng: Tabeng merupakan fisik gamelan yang berfungsi sebagai ornamen tambahan untuk menambah nilai estetika pada gamelan Bumbung Gebyog.

 

Upaya Pelestarian Karya Budaya

  • Pelindungan :
    • Bungbung Gebyog rutin ditampilkan pada acara HUT Kota Negara setiap bulan Agustus.
    • Ditampilkan pada PKB (Pesta Kesenian Bali)
  • Pengembangan:
    • Mengalami perkembangan sebagai pengiring tari joget bumbung
  • Pemanfaatan :
    • Difungsikan sebagai simbol pembukaan pada acara-acara resmi yang diselenggarakan pemerintah daerah.
  • Pembinaan:
    • Melaksanakan sosialisasi dan pelatihan Bungbung Gebyog kepada lintas generasi di Desa Dangintukadaya