Dokumen dewa masraman

dewa masraman

Secara umum tradisi mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang sangat kental, seperti menjalin hubungan harmonis dengan sang pencipta, sesama dan lingkungan sebagaimana konsep tri hita karana sebagai dasar berkehidupan masyarakat Hindu di Bali. Dewa Masraman merupakan sebuah upacara yang telah menjadi ritual masyarakat Banjar Timbrah Paksebali yang diadakan setiap enam bulan sekali bertepatan pada Hari Raya Kuningan atau pada hari Saniscara Kliwon Kuningan. Upacara ini diaakan di natar (halaman) Pura Panti Timbrah. Tujuan diadakannya upacara Dewa Masraman ini merupakan wujud bhakti kepada lelulur-leluhur yang dipuja di Pura Panti Timbrah, yang dijabarkan dengan serangkaian rentetan prosesi upacara Dewa Masraman itu.

Kata Dewa Masraman berdasarkan pendapat salah satu informan, berasal dari kata “mesra” yang artinya bersenang-senang, bermesraan, bersenda gurau. Tetapi penulis sendiri tidak sepenuhnya dapat menerima pendapat tersebut, mengingat kata “mesra” adalah kosa kata dalam bahasa Indonesia. Mengingat rentang waktu munculnya tradisi Dewa Masraman sudah ada sejak abad XV, sangat kecil kemungkinannya menggunakan istilah yang diambil dari bahasa Indonesia.

Dengan demikian, dapat dikaitkan bahwa sejumlah jempana yang berkumpul di halaman pura tersebut, dapat diinterpretasikan sebagai ajang reuni bagi para dewa atau leluhur yang dipuja oleh masyarakat Banjar Timbrah. Itu artinya, istilah Masraman menurut penulis dapat dilekatkan pada pendekatan leksikal untuk menganalisa makna kata pada istilah Masraman. Bahwa kata Masraman berasal dari kata Sanskerta yang berarti ‘Asrama” atau rumah. Dimana dalam proses afiksasi mendapatkan prefiks “Ma dan suffiks “an” sehingga menjadi “Masraman” yang kemudian berarti “Mendiami rumah”. Dalam konteks upacara ini sangat mendekati dengan kenyataan sebenarnya, karena sebelum upacara dimulai, sejumlah pretima atau arca yang disucikan masih tersimpan di tempat suci masing-masing warga. Beliau akan diusung dan berkumpul mendiami jempana pada saat upacara Dewa Masraman ini saja.

       Dalam sudut pandang yang berbeda masih dalam konteks pelaksanaan tradisi Dewa Masraman, masih dimungkinkan bahwa kata “Masraman” ini berasal dari bahasa Jawa Kuno “Siraman” yang berarti “diguyur air suci” Karena pada prakteknya prosesi Dewa Masraman sangat wajib melakukan penyucian dengan mengarak jempana-jempana tersebut ke sebuah mata air di hulu sungai Tukad Unda bernama Tirta Segening.



Gunakan navigator zoom in atau zoom out di pojok kiri bawah maps untuk memperbesar atau memperkecil maps.