Dokumen Entil

Entil

Pengertian Entil

Entil adalah makanan tradisional khas dari Kabupaten Tabanan, khususnya Kecamatan Pupuan dan Kecamatan Penebel. Entil sejenis lontong terbuat dari beras lokal Desa Pupuan atau beras Penebel yang memiliki bulir memanjang dan dicampur dengan beras merah. Dibungkus menggunakan don kelingidi yakni daun yang pohonya menyerupai pohon kunyit. Kemudian direbus selama beberapa jam hingga lunak dan pulen. Sehingga entil memiliki sifat yang lebih awet disbanding dengan nasi. Di Kecamatan Pupuan entil digunakan sebagai salah satu sarana upacara ulihan yang jatuh setiap 210 hari pada hari Minggu Wage wuku Kiningan, 6 hari sebelum hari Raya Kuningan. Sebagai makanan tradisional, entil disajikan dengan kuah kaldu ayam, ataupun kuah kare santan, dilengkapi jukut urab (sayur urap), be sisit (daging ayam suir), emba (bawang goreng), peyek keladi (rempeyek talas), dan jika suka rasa pedas dapat diisi sambel tabia (sambal cabe rawit). 

Sejarah Entil

Sampai saat ini, belum diketemukan bukti pertama kali entil dibuat dan digunakan. Akan tetapi secara etimologis, kemungkinan entil berasal dari kata buntil atau bebuntilan yang memiliki arti barang bawaan atau bekal. Hal ini mengindikasikan bahwa semenjak entil sudah menjadi makanan yang dipergunakan sebagai buntilan atau bekal dalam perjalanan sejak dahulu kala. Sifatnya yang relative awet memungkinkan entil dibawa sebagai bekal ketika masyarakat di sekitar lereng Gunung Batukau melakukan perjalanan jauh untuk merabas hutan ataupun membawa hasil bumi menuju pusat-pusat kerajaan. 

Baik buntil maupun entil merupakan salah satu bentuk pengawetan makanan dengan proses perebusan dalam waktu yang lama. Sehingga memiliki daya tahan yang cukup lama. Di samping itu, proses pembuatan dan bahan-bahan entil menggunakan bahan-bahan yang bersifat sederhana dan tersedia di sekitar. Seperti beras lokal, daun kalingidi, tali bambu yang tersedia di lingkungan sekitar.

Ditinjau dari bahan yang digunakan, kemungkinan entil telah diproduksi sejak masyarakat Tabanan mengenal sistem bercocok tanam padi. Pola tanam padi yang teratur telah dikenal di Bali sejak masa Bali Kuno yang tercantuk istilah-istilah pertanian padi pada beberapa prasasti yang dikeluarkan oleh raja-rakja Bali Kuna. Seperti istilah kasuwakan (wilayah subak), undagi pangarung (orang yang ahli membuat terowongan air), danu (danau sebagau sumber air), dan lain-lain. Sumber tertulis tertua yang memuat tentang praktik pertanian dengan sistem irigasi berasal dari tahun 882 Masehi dalam Prasasti Sukawana A1. Prasasti tersebut memuat kata huma yang berarti sawah. Di samping itu, masih ada beberapa prasasti mapun lontar yang memuat tentang system persawahan di Bali. Berdasarkan isi prasasti tersebut pemanfaatan beras sebagai bahan makanan pokok masyarakat Bali telah dikenal sejak abad ke-9. Termasuk berbahagai olahan makanan berbahan dasar beras telah dikenal sejak masa-masa tersebut atau kemungkinan telah ada jauh sebelum abad ke-9. Atau kemungkinan telah dikenal sejak masyarakat Bali mengenal pola bercocok tanam padi. 

Bentuk Entil

Entil sebagai sebuah makanan tradisional berbahan dasar beras, dibungkus dengan daun kalingidi dan diikat dengan bambu. Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan entil adalah sebagai berikut.

  1. Baas (beras). Bahan baku utama dari entil adalah beras lokal yang diproduksi oleh petani setempat. Biasanya dibuat dengan campuran baas putih biasa dengan baas barak (beras merah) dengan perbandingan 1:10. Saat ini entil menggunakan campuran beras merah lokal dan beras putih biasa. Kualitas beras sangat menentukan rasa dan bau dari entil, karena itu beras yang digunakan adalah beras yang baru panen. 
  2. Daun Kalingidi, digunakan untuk membungkus beras. Tumbuhan kalingidi atau talingidi merupakan tumbuhan sejenis empon-empon menyerupai pohon kunyit. Tumbuhan ini banyak tumbuh di wilayah kaki Gunung Batukaru, khususnya sekitar hutan dan sungai. Ketinggian pohonnya bisa mencapai 1-2 meter. Daun kalingidi yang dipergunakan adalah yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda dan tidak robek. 
  3. Tali Tiying (Tali Bambu) digunakan sebagai pengikat entil agak tidak lepas ketika direbus. Bambu tali/tiying tali yang digunakan adalah bambu tali/tiying tali yang memiliki ruas yang panjang, tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda, sehingga tidak mudah putus.
  4. Uyah (garam), digunakan untuk menambah rasa gurih
  1. Yeh (air) digunakan untuk merebus

Proses Pembuatan Entil 

  1. Beras dicuci bersih kemudian direndam selama 2 jam, kemudian ditiriskan. dan dicampur dengan garam untuk memperoleh rasa gurih. 
  2. Beras diambil kira-kira satu sendok makan, diletakkan di atas daun kalingidi dan diratakan. Daun kalingidi dilipat, dengan bagian kanan terlebih dahulu, diikuti bagian kiri. Setelahnya kemudian di lipat kebagian dalam pada bagian sisi bawah dan sisi atas sehingga membentuk pipih segi empat panjang lalu diikat supaya tidak lepas. Supaya tidak benkok, dua buah entil ditempet dan diikat menjadi satu dengan bagian lipatan masing-masing menghadap kedalam supaya tidak lepas Ketika direbus dalam waktu lama.  
  3. Entil mentah kemudian direndam kembali selama 15-30 menit sambal menunggu air mendidih. Setelah air mendidih, entil kemudian dimasukkan satu persatu dan direbus selama kurang lebih 5 jam. Perebusan entil menggunakan  kayu bakar memiliki aroma khas dan rasa lebih gurih. Selama proses perebusan, api dijaga agar tidak terlalu besar dan atau tidak terlalu kecil. Jika api terlalu besar akan mengakibatkan air cepat habis dan gosong. Sedangkan kalau api mengecil bahkan mati bisa menyebabkan entil cepat basi.
  4. Setelah matang sempurna, entil diangkat dan ditiriskan di atas ngiu (nyiru) agar air yang terkandung dalam entil turun dan menguap. Setelah agak dingim entil akan mengeras.

Lauk Pauk dan Perkembangan Entil

Pada masa lampau, lauk pauk pendamping entil adalah urutan (sosis tradisional Bali), dedeng, krupuk babi, tum (botok) daun ubi, kacang tanah goreng, kacang hijau, kacang kedelai, dan lain-lain.  Saat ini, lauk pauk pendamping terdiri atas  be siap sisit (ayam suwir), jukut paku urab (sayur urap pakis), telor pindang, dan kuah santan, serta krupuk talas. 

Perkembangan entil sebagai sebuah kuliner yang mulai berkembang di Tabanan sejak tahun 2016 dalam peresmian Taman Teknologi Pertanian yang terletak di Desa Sanda. Masyarakat Desa Sanda diminta menyiapkan makanan tradisional yang khas dan sudah meng akar kuat dalam masyarakat Sanda. Dari sana kemudian ada pemikiran untuk mengenalkan entil. Karena saat itu entil hanyalah dikenal terbatas oleh masyarakat Desa Sanda atau Kecamatan Pupuan dan Penebel yang dibuat pada hari tertentu khususnya pada saat ritual ulihan 

Fungsi Entil

  1. Memenuhi kebutuhan makanan. Entil merupakan makanan yang terbuat dari beras yang memiliki fungsi utama untuk mengeyangkan perut orang yang memakannya, sehingga mampu memberikan energi. Adapun kandungan gizi dari 100 gram beras antara lain Energi 1527 kJ, Protein 7,13 gram, Lemak 0,66 gram, Kabohidrat 79 gram, Fiber atau serat 1,3 gram, Gula 0,12 gram, Kalsium 28 miligram, Zat Besi 0,63 miligram, Sodium 1 miligram, Kolestrol 0 miligram (https://www. kompas.com/skola/read/2021/07/16/123000469/apakandungan-pada-beras. 
  2. Pengawetan Makanan. Sejarah entil dan buntil merupakan makanan yang awet yang digunakan sebagai bekal Ketika melakukan perjalanan jauh. Disamping itu, entil juga dibuat pada saat hari raya pengrupukan sebagai bekal untuk nyepi. Hal ini memperlihatkan bahwa entil merupakan salah satu makanan yang bisa bertahan dalam waktu cukup lama.
  3. Fungsi Upacara. Dalam kehidupan masyarakat Bali sendiri, makanan merupakan salah satu sarana pelengkap upacara. Bahkan masyarakat mempersembahkan makana yang terbaik sebagi sarana persembahan. Mempersembahkan makanan termasuk entil merupakan ungkapan syukur dan doa kepada Tuhan.
  4. Fungsi Ekonomi. Entil merupakan produk yang semakin berkembang seiring dengan waktu dengan pemasaran yang semakin meluas dan rekrutmen tenaga kerja yang semakin bertambah dari waktu ke waktu. Dengan demikian tentunya entil semakin menjadi primadona di kalangan masyarakat Desa Sanda sebagai mata pencaharian utama. Dengan demikian, entil dapat berfungsi sebagai produk yang memiliki nilai ekonomi.

Makna Entil

  1. Makna sejarah. 

Pada masa lalu pula ketika masyarakat belum ada yang menjual entil sebagai makanan keseharian, entil merupakan makanan pengingat dan penanda waktu waktu tertentu, seperti misalnya hari raya Galungan maupun Kuningan, karena hanya pada saat-saat tersebutlah entil ada dan dimasak oleh masyarakat.Maka dari itu bagi ketika kini sudah mulai banyak pen jual entil baik melalui media online maupun offline, ketika mereka menyantap entil, itu merupakan pemenuhan hasrat nostalgia akan kehidupan di masa lampau.

  1. Makna identitas budaya 

Entil bermakna sebagai identitas masyarakat Pupuan dan Penebel karena menggunakan bahan-bahan lokal yang terdapat sekitar desa. Entil merefleksikan budaya asli masyarakat setempat yang bersifat agraris. Walaupun saat ini produksi entil sudah ada di beberapa daerah lain, entil tetap dikenal sebagai produk asli identitas budaya masyarakat di Kecamatan Pupuan dan Penebel.

  1. Makna ekonomi kreatif 

Entil juga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat melalui kegiatan ekonomi kreatif mengubah daun kalingidi menjadi pembungkus entil. Seiring dengan berkembangnya pariwisata di Kecamatan Pupuan khususnya Desa Sanda membawa dampak positif bagi poduksi entil. Hal tersebut mendorong peningkatan permintaan entil, yang membawa efek lanjutan yakni terdongkraknya penjualan entil yang semakin berkembang. 

  1. Makna estetika dan kreativitas 

Makna estetika berkaitan dengan proses pembungkusan entil sehingga bisa menarik minat pembeli. Estetika dan kreatifitas dalam entil terlihat dilihat dari proses pembungkusan entil yang berubah dari waktu ke waktu dan menu serta penyajianya. Jika dahulu menu pendamping entil masih sederhana, kini menu pendamping entil lebih bervariasi dan menggugah selera. Ketika entil disajikan di restoran atau hotel, maka kreativitas penyajian entil lebih rapi, mempergunakan bahan-bahan premium, serta dinikmati oleh segelintir orang.

  1. Makna pelestarian 

Kebertahanan pohon kalingidi, pohon bambu, beras lokal menjadikan isu pelestarian alam. Jika tanaman tersebut punah maka entil akan ikut punah. Keberadaan pohon kalingidi menjadi semakin penting seiring dengan bertambahnya kebutuhan.

  1. Makna diplomasi budaya 

Diplomasi memanfaatkan makanan dan masakan untuk menciptakan pemahaman lintas budaya untuk meningkatkan interaksi antara kedua pihak. Indo nesia yang dianugerahi beragam kuliner tentu saja dengan mudah melakukan gastro diplomacy ini (https://tirto.id/kekuatan-diplomasi-kuliner-bwhl). 

Upaya Pelestarian Karya Budaya

1. Perlindungan :

  • Menyajikan Entil sebagai sarana Upacara Keagamaan
  •  Menyajikan Entil sebagai makanan Tradisional yang sehat

2. Pengembangan :

  • Mengembangkan Entil dengan lauk pendamping yang beraneka ragam seperti : Sayur Urab  Pakis, Keripik talas, Serundeng, Ayam suir dan kuah santan.

3. Pemanfaatan :

  • Melibatkan kuliner Entil dalam acara-acara Festival/pameran kuliner di Bali
  • Menyajikan kuliner Entil dalam acara-acara kemasyarakatan seperti: Prasmanan dalam upacara pernikahan, ulang tahun perusahan dan rapat-rapat

4. Pembinaan :

  • Melaksanakan sosialisasi terkait kebersihan dan higienisnya pembuatan dan penyajian entil