Dokumen Gaguritan Ketut Bungkling

Gaguritan Ketut Bungkling

DESKRIPSI NASKAH

 

  1. Tanggal deskripsi : Juni  2020
  2. Kode dan nomor naskah               :  G/IX/8/Disbud
  3. Judul Naskah :  Gaguritan Ketut Bungkling
  4. Pengarang/Penulis :  Siraryangsu Manohara, Klungkung.
  5. Nama Pemilik/Lokasi :  Dinas Kebudayaan Provinsi Bali
  6. Tahun Penyalinan :  21 Septembaer 1988
  7. Tempat penyalinan :  Klungkung ?
  8. Jenis alas naskah :  Daun Lontar
  9. Kondisi Fisik :  bagus
  10. Penjilidan/cakepan : utuh
  11. Bentuk :  Puisi/Kakawin
  12. Sampul : kayu
  13. Penomoran halaman : ada, terdapat pada lembar b
  14. Jumlah total halaman : 16 lembar (bolak-balik)
  15. Jumlah halaman kosong : 1 lembar
  16. Jumlah halaman isi : 15 lembar
  17. Jumlah baris dlm setiap halaman : 4 baris

18.Ukuran naskah dalam Cm. (pxlxt) :  48x3,5

19, Ukuran teks dalam Cm. (pxl)       :  36x2,9

  1. Illuminasi/illustrasi : -
  2. Aksara dan Bahasa : Aksara Bali, Bahasa Bali
  3. Warna tinta : Hitam
  4. Kolofon : ada
  5. Ringkasan Isi dalam tiap teks :

Diceritaka seorang  pemuda bernama I Ketut Bungkling, anak angakt dari  I Wayan Tigaron. Pekerjaannya tidak menentu, tapi dia pernah malu, marah dan akalnya banyak, perkataannya seplas-ceplos. Suatu hari Ketut Bungkling pergi ke Gunung Kawi, disana tempat para pendeta, senggu dan sastrawan. Setibanya di Gunung Kawi, pertamakali dituju adalah rumah seorang pendeta bernama pendanda Ganggasura. Disana dia bertanya tentang upacara pengabenan. Serta makna dari sarana perlengkapan pengabenan. Pendeta memberikan penjelasan secara panjang lebartentang upacara pengabenan, dan makna perlengkapan upacara pengabenan. Contoh cermin maknanya agar dalam penjelmaannya mempunyai mata yang penglihatannya tajam. Karena dia beliau putra dari pendeta adayang buta dan sumbing, dengan lugunya dia berkata berarti mereka dahulu kekurangan sarana upacara. Pendeta marah dan mengusirnya.

Ketut bungkling menuju kerumah senggu dengan berpura-pura buta. Setibanya disana dia memegang tangan senggu dan menanyakan dia ingin bertemu dengan senggu, senggu berkata bahwa yang dipegangnya adalah senggu, tapi Ketut Bungkling mengatakan yang dipegangnya adalah tangan, senggu marah tapi dia dapat meredakannya dengan menjajnjikan sebilah keris. Ketut Bungkling menanyakan tentan sastra agama, setelah mendapatkan penjelasan secara panjang lebar, senggu dan keempat muridnya dipojokkan olah Ketut Bungkling,akhirnya dia diusir dari sana. Selanjutnya dia pergi ke rumah sastrawan dan berpura-pura buta, dia dituntun oleh Ida Wayan dan disandarkan pada tiang rumahnya (balegede). I Ketut Bungkling menanyakan dimana dia berada, ida Wayan menjawab dia berada di Balegede, tetapi dengan lugu I Ketut Bungkling mengatakan dia bersender di tiang balegede. Ida Wyan menanyakan asal usulnya, kemudian I Ketut Bungkling menjelaskannya. Akhirnya dia diangkat menjadi menantu dan bernama Mantri Wana

Sumber Data dan Pendeskripsi Naskah : Dra. Ni Putu Seni ( Pustakawan Ahli Madya