Gaguritan Tamtam II
DESKRIPSI NASKAH
- Tanggal deskripsi : April 2020
- Kode dan nomor naskah : GXXII/1/Dosbud
- Judul Naskah : Gaguritan Tamtam II
- Pengarang/Penulis : I Ketut Sengod, Pidpid, Abang, Karangasem
- Nama Pemilik/Lokasi : Dinas Kebudayaan Provinsi Bali
- Tahun Penyalinan : 23 Januari 1988
- Tempat penyalinan : Karangasem
- Jenis alas naskah : Daun Lontar
- Kondisi Fisik : bagus
- Penjilidan/cakepan : utuh
- Bentuk : Puisi/Geguritan
- Sampul : kayu
- Garis tebal dan tipis : ada
- Penomoran halaman : ada, terdapat pada lembar b
- Jumlah total halaman : 30 lembar (bolak-balik)
- Jumlah halaman kosong : -
- Jumlah halaman isi : 30 lembar
- Jumlah baris dlm setiap halaman : 4 baris
20.Ukuran naskah dalam Cm. (pxlxt) : 30x4x3,5
21, Ukuran teks dalam Cm. (pxl) : 24x3
- Illuminasi/illustrasi : -
- Aksara dan Bahasa : Aksara Bali, Bahasa Bali
- Warna tinta : Hitam
- Kolofon : ada
- Ringkasan Isi dalam tiap teks :
Menceritakan raja Mesir memberi wejangan kepada murid-muridnya tentang tuntunan hidup yang didasarkan kepada kesucian pikiran dan keyakinan pada ajaran agama, kemampuan mengwndalikan perkataan, perbuatan dan pikiran. Dalam melaksanakan sesuatu didasarkan pada kejuuran dan ketulusan hati. Dengan memperhatikan logika. Nafsu ada lima, diibaratkan seekor kuda supaya mampu mengendalikannya.
Diceritakan Raja Mesir mempunyai seorng putra bernama Raden Santosa adalah anak yang mendalami dharma dan kebenaran, sesuai dengan prilaku ayahnya. Raden Santosa pergi kepertapaan berguru kepada sang biksu di gunung Mahameru. Raja Mesir menyadari kematiannya sudah dekat, sehingga menyampaikan kepada istrinya bahwa dia agar segera pulang kerumahnya yang sejati, dan disampaikan juga kepada muridnya dan para patih, juga memberikan nasehat agar selalu ingat dan taan kepada Widhi. Menjelaskan jenis upacara pengabenan sampai dengan nyekah.permaisuri diberikan petunjuk oleh Mpu Sidhi cara melapaskan jiwa, sehingga dapat bersama-sama pulang menuju keabadian bersama suami.menjelang kematian raja berpesan kepada patihnya supaya menyediakan tungku api lima buah yang ditaruh menuju kiblat mata angin. Setelah siap segalanya, raja dan permaisuri duduk bersanding diatas kursi dan melakukan konsentrasi, beberapa lama jiwa beliau meninggalkan badan kasar, dijemput oleh para bidadari, dan jasadnya diupacarai sesuai dengan upacara pengabenan.
Putra beliau Raden santosa kembali dari pertapaan, dan dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya. Akhirnya beliau diantar oleh kera hitam dan putih menuju istana, dan selanjutnya pergi ke sorga.
Sumber Data dan Pendeskripsi Naskah : Dra. Ni Putu Seni ( Pustakawan Ahli Madya