Dokumen Kain Bebali

Kain Bebali

Kain bebali merupakan kain yang sangat erat kaitannya dengan upacara spiritual keagamaan dan kepercayaan bagi masyarakat Bali. Kain Bebali berfungsi sebagian besar sebagai sarana dalam pelaksanaan upacara yadnya, baik dipakai sebagai pakaian pelinggih, pelengkap upakara (sarana upacara), juga dipergunakan sebagai pakaian orang yang akan diupacarai.

Dalam pemakaian kain bebali ditentukan oleh unsur-unsur dari masing-masing kain tersebut, seperti bahan yang digunakan, warna serta corak dari kain tersebut. Kain bebali mempunyai arti penting dalam masyarakat karena mempunyai nilai-nilai tertentu antara lain nilai guna, nilai artistic termasuk nilai estetika di dalamnya, dan makna kain itu dalam kehidupan sosio kulturalnya (Seraya, I Made, 1980).

Eksistensi kain bebali sangat lekat dengan upacara agama Hindu di bali. Bahkan, kain bebali dapat dikatakan sebagai penanda siklus kehidupan manusia, dimana setiap tahapan upacara disertai penggunaan kain bebali yang mempunyai sentuhan sacral dan sarat makna. Di sisi lain, proses pembuatan kain bebali yang digunakan dalam sebuah upacara ritual hanya diketahui oleh wangsa brahmana, ksatria, wesya serta tukang banten (orang yang mengatur komposisi sesajen yang digunakan bersamaan dengan kain bebali).

Menurut Dr. URS Ramseyer, antropolog budaya dari Swiss, mengemukakan bahwa kain Bebali merupakan contoh yang baik sekali untuk memperlihatkan bagaimana satuan-satuan budaya material memiliki fungsi sebagai pembawa pesan-pesan bagi komunikasi pengetahuan kearifan budaya: tentang makna simbolik dari warna, tentang lahir hidup mati dan lahir kembali. Dengan belajar menenun kain bebali serta membaca ikonografinya kita bias memperoleh banyak informasi penting tentang hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan dengan alam (Tri Hita Karana).

Proses pembuatan kain bebali diawali dengan mewarnai bahan benang yang akan dipakai. Pewarna yang digunakan merupakan pewarna alami dengan menggunakan bahan-bahan alam antara lain: kulit batang kayu mendep (menghasilkan warna coklat), akar tibah/mengkudu (menghasilkan warna kuning), kulit akar mengkudu segar (menghasilkan warna merah), daun pohon Taum (menghasilkan warna biru), serta air abu (memperkuat warna). Bahan-bahan warna alami tersebut direbus berjam-jam dengan api kecil, sampai didapatkan warna yang diinginkan. Untuk memperkuat warna yang diinginkan, bisa ditambahkan air abu. Selanjutnya benang dicelupkan ke cairan pewarna yang masih panas sampai didapatkan warna yang sesuai dengan yang diinginkan. Selanjutnya benang tersebut ditiriskan/diangin-anginkan.

Kain bebali termasuk dalam jenis kain tenun ikat pakan. Alat tenun tradisional yang digunakan masih sangat sederhana, dikenal dengan nama cag-cag. Proses pembuatan kain bebali dikerjakan oleh kaum wanita yang telah memasuki fase menopause (baki dalam istilah Bali) dan anak-anak yang belum memasuki fasi akil balik. Karena kain bebali merupakan kain yang dipergunakan untuk upacara, wanita yang masih mengalami menstruasi  dilarang untuk menenun kain bebali. Tahapan menenun kain bebali, yaitu:

  1. Ngeliyig : membentangkan benang pada undar sehingga benang dapat dibuka, digulung pada ulakan atau peleting.
  2. Nganyi:menentukan motif apa yang akan dibuat, menentukan komposisi warna.
  3. Nyahsah yaitu bahan tenunan yang ada pada penyinan dilepaskan dan dibentangkan memanjang.
  4. Nenun : menenun, menyilangkan benang pakan dengan benang lungsi. Benang lungsi yang dipakai hanya satu jenis warna atau polos, pola ragam hias yang akan dirancang, cukup dengan mengatur kedudukan benang pakannya saja saat menenun.

Ragam hias kain bebali didasari oleh konsep Tri Hita Karana, yang dapat dikelompokkan menjadi:

  1. Ragam Hias Geometris meliputi garis lurus, garis putus-putus, kotak-kotak, belah ketupat, segi enam, swastika, garis silang dan tapak dara.
  2. Ragam hias tumbuh-tumbuhan, antara lain berbentuk kekayonan yang meliputi: kembang kangkung, kembang Padma, kembang anggrek, ketungkul, pepudakan, batun celagi dan lain-lain.
  3. Rgam Hias Binantang yang sering digambarkan antara lain: menjangan, singa, anjing, burung merak, ayam, capung, kupu-kupu, ular (naga), udang dan lain-lain.
  4. Ragam Hias Manusia antara lain berbentuk: wayang, lidah api, boma dan manusia berbentuk sederhana maupun abstrak.
  5. Ragam Hias Prembon merupakan perpaduan diantara jenis-jenis ragam hias yang ada. Kain bebali prembon terlihat atraktif, beraneka warna dengan motif geometris.

Keunikan penamaan kain bebali sering menggunakan nama tumbuh-tumbuhan, seperti: kain padang dreman, kain sudhamala, kain alang-alang, kain urab kecicang, dan lain-lain. Selain terinspirasi oleh nama tumbuhan, nama kain bebali juga terinspirasi dari nama kue untuk upakara (banten), yaitu: kain sekordi, kain selulut, kain bulan, kain matan ai.

Bagi umat Hindu pemakaian kain bebali pada upacara adalah doa. Kain bebali sebagai sarana upacara keagamaan bagi masyarakat Bali memiliki makna dan nilai filosofis yang tinggi, antara lain:

  1. Nilai Guna. Pemakaian kain bebali erat kaitannya dengan konsep desa kala patra di Bali, yaitu penyesuaian diri dengan tempat, waktu dan keadaan atau kondisi. Artinya, kelenturan atau fleksibilitas dalam pemakaian kain bebali mengacu pada doa dan harapan masyarakat terhadap keabsahan upacara. Misalnya kain sekordi atau selulut dipakai oleh orang yang akan diupacarai untuk potong gigi (metatah), digunakan sebagai pakaian orang yang metatah dan juga sebagai angkeb.

    Selain digunakan dalam upacara manusa yadnya, kain sekordi juga digunakan dalam upacara dewa yadnya, yaitu sebagai pengangge pelinggih (kain pada pelinggih di pura) pada saat upacara besar Ngenteg Linggih atau Piodalan.

    1. Nilai Asosiasi sangat melekat dalam keberadaan kain bebali. Setiap kain yang dipergunakan memiliki makna dan nilai tersendiri. Pemakaian kain “sekordi” misalnya, berasal dari kata “suka” (bahagia) dan “werdi”(panjang umur). Jadi makna pemakaian kain sekordi adalah agar pemakainay mendapatkan kebahagiaan dan panjang umur. Contoh lain, pemakaian Kain selulut, berasal dari kata “sih’ artinya asih/kasih dan “lulut” artinya cinta. Jadi pemakaian kain selulut bermakna agar si pemakai kain tersebut selalu rukun dan cinta kasih dalam rumah tangga/keluarga.
    2. Nilai Estetika, kain bebali memiliki ragam hias dan pewarnaan alami yang memberi kesan klasik dan indah pada penggunanya.

    Kain bebali bagi umat Hindu di Bali merupakan kain sakral yang memiliki fungsi sebagai sarana upacara keagamaan atau yang disebut dengan Panca Yadnya. Panca artinya lima, dan Yadnya artinya persembahan suci yang tulus iklas kepada Sang Pencipta. Sehingga kain Bebali berfungsi sebagai sarana upacara panca Yadnya antara lain:

    1. Dewa Yadnya : persembahan suci kepada Sang Pencipta beserta para Dewa-dewi. Kain bebali berfungsi sebagai wastra pelinggih, juga sebagai kelengkapan upakara (banten) ngenteg linggih, Upacara Panca Wali Krama, Upacara Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih, dan lain.lain
    2. Manusa Yadnya : persembahan suci yang bertujuan untuk membersihkan lahir bathin serta memelihara secara rohaniah hidup manusia mulai dari dalam kandungan, sampai akhir hidup manusia. Upacara Manusia Yadnya yang menggunakan kain bebali:Upacara bayi lahir : saat memotong tali pusar (negesin) kain bebali yang dipakai dipakai alas yaitu kain atu-atu dan tuu batu yang bermakna agar bayi menjadi kuat, memasuki alam baru duniawi, diharapkan sibayi panjang umur.
    • Upacara Satu Bulan Tujuh Hari (42 hari) : menggunakan kain Bebali Urab Tabu
    • Upacara Tiga Bulanan (Nyambutin) : menggunakan kain bebali atu-atu dan juga kain bebali “beya-kanda”
    • Upacara Maweton (Meoton 210 hari) : menggunakan kain bebali atu-atu, kayu sugih, prembon, uyah areng.
    • Upacara Munggah Deha (Ngeraja Sewala) : menggunakan kain bebali padang dreman
    • Upacara Potong Gigi (Metatah/mesangih) : menggunakan kain sekordi, padang dreman, atu-atu, gedogan samara ratih.
      1. Bhuta Yadnya : korban suci yang bertujuan untuk membersihkan tempat (alam beserta isinya) memelihara dan memberi penyupatan kepada para bhuta kala atau makhluk yang dianggap lebih rendah dari manusia. Di dalam upacara bhuta yadnya, pemakaian kain bebali dipergunakaan saat upacara tawur agung yang akan mengorbankan binatang diantaranya adalah kebo (utama) sebagai caru. Dalam upacara bhuta yadnya ini kebo yang digunakan sebagai caru dilengkapi dengan kain bebali yaitu :  kain Prembon sebagai wastra, kain “sudhamala”dan kain üyah sere”digunakan untuk kampuh, untuk angkeb memakaia kain “pitola sutra”.
      2. Rsi Yadnya : persembahan suci yang ditujukan kepada para rsi, orang suci, pinandhita, pandita, sulinggih, guru, dan orang suci atas jasa mereka membina umat dan mengembangkan ajaran agama Hindu. Dalam aspek ritual, upacara rsi yadnya diperuntukkan meningkatkan kesucian diri seperti mewinten atau mediksa. Pada saat akan mediksa, Sang Nabe yang memimpin upacara memakai pakaian serba putih. Sang mediksa menggunakan pakaian serba putih yang disebut kain bebali gedogan putih mulus. Di daerah Karangasem disebut kain bebali “Sandangan”. Disamping menggunakan kain bebali sandangan dalam upacara rsi yadnya juga menggunakan kain bebali “Naga Sari.Pitra Yadnya : persembahan suci yang ditujukan pada leluhur untuk keselamatan bekerja. Pemakaian kain bebali dalam upacara pitra yadnya dipergunakan dalam upacara ngaben, yaitu dipergunakan untuk pakaian pelengkap ganjaran yaitu mempergunakan kain bebali “Prembon Magebeg”. Yang dimaksud dengan “prembon magebeg” yaitu kain bebali yang memiliki corak warna, magebeg artinya bahwa kain itu tidak putus atau kain wangsul(gedogan). Untuk menutup (rurub) jenasah paling atas digunakan kain bebali yang disebut kain bebali cepuk. Selain itu, kain bebali juga dipergunakan untuk tigasan sangge. yaitu mempergunakan kain Üyah Areng”dan sabuk memakai kain “Pelangka Gading”. 
      Eksistensi kain bebali yang menyangkut aspek parhyangan meliputi keberadaan kain bebali yang dipergunakan untuk upacara dan upakara umat Hindu di Bali, sedangkan aspek pawongan terkait dengan kesejahteraan penenun dalam memproduksi kain bebali bagi pemenuhan kebutuhan para pengguna, selanjutnya dalam aspek palemahan menyangkut system pembuatan seni tenun bebaliy yang memperhatikan unsur keberlanjutan dengan pemikiran ramah lingkungan.


Gunakan navigator zoom in atau zoom out di pojok kiri bawah maps untuk memperbesar atau memperkecil maps.