Dokumen Megandu

Megandu

Megandu merupakan permainan tradisional yang dilakukan oleh anak-anak di Banjar Ole Desa Daur Puri Marga Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan Provinsi Bali. Megandu merupakan permainan tradisional berkaitan dengan masyarakat petani di desa setempat. Permainan tradisional ini sudah berlangsung sejak dahulu, yang dilakukan anak-anak laki-laki maupun perempuan usai musim panen padi, dengan memanfaatkan sisa-sisa panen padi berupa tumpukan jerami di sawah sebagai sarana bermain 

Pada zaman dulu anak-anak ikut orang tua memanen padi di sawah, di sela-sela waktu panen dimanfaatkan untuk bermain. Mereka membuat gandu (bola yang terbuat dari jerami) sebagai sarana bermain. Masing-masing anak membuat satu gandu sehingga terkumpul sejumlah gandu sesuai jumlah anak yang ikut terlibat dalam permainan. Permainan Megandu masih sering dilakukan pada tahun 1950-an, namun saat ini sudah jarang dilakukan. Beberapa pemerhati budaya setempat berupaya menghidupkan kembali (merevitalisasi) permainan Megandu. Upaya revitalisasi dilakukan dengan menampilkan permainan Megandu pada Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-29 tahun 1998. Pada PKB ke-36 tahun 2015 kembali dipentaskan dalam bentuk tarian. Pada tahun 2017 permainan Megandu dipentaskan dalam rangka acara Festival Ke Uma yang berlangsung pertama kali di Banjar Ole.

Teknik permainan Megandu melibatkan anak-anak putra dan putri. Jumlah anak yang bermain tidak baku, tergantung tempat dan jumlah anak-anak yang hadir. Sebelum bermain masing-masing anak membuat gandu (bola-bola dari bahan jerami kering) sehingga jumlah gandu yang ada sama dengan jumlah anak yang ikut bermain. Gandu-gandu itu kemudian dikumpulkan di dekat patok (tonggak) kayu yang telah ditancapkan sebelum permainan dimulai. Setelah itu anak-anak berjejer membentuk lingkaran mengelilingi tonggak kayu dan tumpukan gandu sehingga tonggak kayu dan gandu-gandu itu berada di tengah-tengah lingkaran. Pada patok kayu dikatkan tali sepanjang 3-4 meter atau disesuaikan dengan luas tempat bermain. Setelah semuanya siap meraka kemudian mejangkit (syut) untuk menentukan satu orang yang akan bertugas menjaga gandu. Orang yang terpilih dalam syut bertugas menjaga gandu agar jangan diambil atau dicuri oleh pemain yang ada di luar lingkaran. Jika ada yang mendekat hendak mengambil gandu, si penjaga harus berusaha mengusir dengan cara mendekati orang tersebut sampai tersentuh tali yang ujungnya diikat di tonggak. Bisa dibayangkan gerakan dan langkah si penjaga yang dibatasi panjang tali yang dipegangnya. Dia hanya bisa bergerak ke kiri ke kanan atau memutar sejauh panjang tali tersebut saja. Bagi yang tersentuh tali  saat mencoba mencuri atau mengambil gandu akan bertugas sebagai penjaga. Begitu seterusnya sampai gandu itu habis. 

Pada saat pengambilan gandu, si penjaga bergerak maju-mundur, ke kiri ke kanan, atau gerakan zigzag dari seluruh peserta membuat suasana permainan menjadi menarik. Ketika ada pemain yang yang bisa mengambil gandu dengan aman tanpa tersentuh tali si penjaga, sorak sorai peserta dan penonton terdengar lebih keras. Gandu itu dipegang erat-erat sambil menunggu yang lain mampu mengambil gandu yang tersisa. Semakin cepat gandu yang ada ditengah habis, maka semakin cepat pula satu babak permainan selesai. Satu babak permainan dengan jumlah pemain 15–20 orang sekitar 5-7 menit. Jika gandu yang ada di tengah sudah habis diambil tanpa tersentuh tali penjaga, maka tubuh si penjaga dilempari gandu oleh pemain sebagai bentuk hukuman karena si penjaga tidak berhasil menjaga gandu dari tangan pencuri. Ketika dilempar gandu badan tidak merasa sakit, karena gandu terbuat dari jerami. Sebaliknya yang dilempar malah ketawa cekikikan sambil berlari-lari memutar mencoba menghindar. Lemparan hanya boleh dilakukan sekali saja, gandu yang sudah dilempar tidak boleh lagi dipungut untuk melempar kedua kalinya, tetapi tetap saja ada yang curang melempar berkali-kali sehingga wasit harus benar-benar melakukan pengawasan sesuai aturan hukum yang berlaku. Saat inilah dibutuhkan kerjasama, ketangkasan, teknik, kekuatan, konsentrasi, dan stamina agar mampu menjalankan tugas masing-masing.

Megandu merupakan permainan yang erat kaitannya dengan budaya masyarakat agraris. Hal tersebut dikarenakan semua alat yang digunakan pada permainan ini terdapat di sawah. Melalui permainan ini terjalin rasa solidaritas pada masyarakat petani Desa Ole. Kekompakan itu terlihat dari cara permainan yang menuntut adanya kerjasama antara para pemain, sehingga secara tidak langsung dapat mempererat rasa ”menyama” atau persaudaraan diantara warga masyarakat Desa Ole.

Dilihat dari sudut pandang seni permainan tradisional Megandu memiliki funsi sebagai sarana hiburan bagi anak-anak yang mengikuti orang tuanya memanen padi. Rasa senang dan ceria terpancar dari wajah anak-anak tersebut. Selain memiliki fungsi hiburan, permainan tradisional megandu juga sarat akan nilai pendidikan, gotong royong, kejujuran serta nilai persaingan dalam kebersamaan. Nilai ini yang jarang ada dalam permainan tradisional lainnya.