NGANTEN MASSAL DI DESA PENGOTAN KABUPATEN BANGLI
Keberadaan Nganten massal pada masyarakat Desa Pengotan telah diwariskan secara turun temurun dari generasi sebelumnya, sehingga hal tersebut membuat sebuah identitas kebudayaan bagi masyarakat yang bersangkutan. Kuatnya rasa kepemilikan budaya pada masyarakat Desa Pengotan tentu saja tidak terlepas dari falsafah hidup masyarakat Bali yang mengutamakan adanya keharmonisan dan keseimbangan hidup antara manusia dengan manusia, manusia dengan Sang pencipta, dan manusia dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip tersebut terinternalisasi dan terinstitusionalisasi dalam struktur sosial masyarakat Bali secara umum dan khususnya masyarakat Desa Pengotan. Dimana, nganten massal di Desa Adat Pengotan pada hakekatnya merupakan proses awal dari pada perwujudan bentuk kehidupan manusia, sehingga perkawinan tersebut dapat dikatakan pada suatu saat merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dengan tujuan untuk mendapatkan keturunan, mempertahankan kedudukan sosial, dan silsilah keluarga. Pelaksanaan upacara nganten massal, secara umum dilaksanakan dua kali dalam setahun yakni di sasih kapat dan kadasa, dimana waktu dan tempat ditentukan oleh para dulu, yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan upacara yang dibantu oleh tempek yang mendapat giliran.
Dalam pelaksanaanya, nganten massal memiliki beberapa fungsi diantaranya adalah fungsi Ritual dimana nganten massal yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pengotan, Kabupaten Bangli, merupakan salah satu wujud keterpaduan antara budaya, tradisi dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat.. Fungsi kedua adalah fungsi penyucian dimana Nganten massal merupakan sebuah prosesi sakral bagi masyarakat Desa Pengotan Kabupaten Bangli dimana sepasang pria dan wanita disahkan menjadi suami istri dan sekaligus menjadi warga adat di Desa Pengotan. Upacara Nganten massal yang dilaksanakan di Bale Agung memberikan sebuah arti dalam penyucian kedua pasangan secara sah agama telah berada dalam tahapan proses kehidupan yang baru, dimana di dalamnya terdapat kewajiban-kewajiban serta tanggung jawab baru bagi mereka. Fungsi ketiga adalah fungsi kebersamaan dimana nganten massal yang dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat Desa Pengotan, Kabupaten Bangli, tidak hanya bisa dilihat sebagai sebuah prosesi pengesahan pasangan pria dan wanita menjadi suami istri, namun Nganten massal memberikan pengaruh sosial yang lebih luas, salah satunya apabila dikaitkan dengan pembangunan serta penguatan rasa solidaritas atau kebersamaan diantara warga Desa Pengotan.
Fungsi lainnya adalah pengendalian, dimana tradisi Nganten massal di Desa Pengotan yang digelar dua kali dalam setahun sesuai dengan kalender Isaka yaitu setiap sasih Kapat (Agustus-September) dan Kedasa (Maret-April) merupakan salah satu bentuk upaya Desa Pengotan dalam menciptakan pengendalian terhadap masyarakatnya. Adanya aturan-aturan yang sifatnya mengikat dalam Nganten massal merupakan sebuah langkah untuk mengedukasi warga Desa Pengotan dalam mematuhi aturan, norma serta nilai yang ada dan berlaku di lingkungan mereka. Dengan terjaganya nilai serta norma di masyarakat setempat dalam cakupan yang lebih luas, maka proses internalisasi serta pelestarian budaya telah dilakukan secara sistematis di masyarakat Desa Pengotan. Selain itu terdapat juga fungsi untuk melanjutkan keturunan dimana sistem perkawinan yang berlaku pada masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu, perkawinan berkaitan erat dengan sistem kekerabatan patrilineal (garis bapak atau purusa), dan fungsi yang terakhir adalah fungsi Estetik Religius yang mana terkait dengan tradisi Nganten massal yang telah diwariskan turun temurun di Desa Pengotan, Kabupaten Bangli, ternyata mempunyai unsur keindahan. Keindahan dalam hal ini dapat dilihat dari kostum yang dipakai oleh penganten. Para penganten saat melakukan Nganten massal mengenakan pakaian adat khas Desa Pengotan. Warna warni kain yang dikenakan para penganten memberikan nuansa estetik dalam aktivitas religius.
Nganten massal memiliki makna Religius, yang terlihat pada penggunaan bebantenan dalam upacara nganten, adanya tri upasaksi (tiga kesaksian) yang salah satunya adalah Dewa saksi bersaksi kepada Tuhan dilambangkan dengan banten (sesajen) yang dipersembahkan. Adanya simbol dalam agama Hindu sangat bermanfaat, karena merupakan media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan menumbuhkan rasa bhakti dalam diri pribadi umat. Makna kedua adalah makna Sosial dimana manusia tidak bisa hidup sendiri. Karena semenjak dilahirkan manusia sudah mempunyai naluri untuk hidup berkawan, sehingga ia disebut social animal. Sehingga dalam nganten massal ini, hasrat manusia sebagai mahluk sosial menjadi terpenuhi. Selain itu juga, tradisi Nganten massal bertujuan untuk meringankan biaya bagi krama setempat. Lantaran untuk semua biaya upacara, baik bebantenan, dan lainnya ditanggung oleh adat. Kecuali biaya pembelian satu ekor sapi jantan khusus sebagai sarana upacara. Tradisi ini diawali dengan pengumuman yang diteruskan ke masing prajuru adat di delapan banjar Desa Pengotan. Tradisi ini bermakna identitas sebagai kesetiakawanan sosial. Makna ketiga adalah Makna Pemertahanan Tradisi dimana dalam nganten massal di Desa Pengotan tata caranya tidak mengenal kasta. Akan tetapi, semua bentuk perkawinan (perkawinan biasa dan perkawinan nyeburin) dilaksanakan secara bersama-sama di Pura Penataran Agung. Jika perkawinan antarwangsa di desa-desa lain mendapat perlakukan deskriminatif, tetapi di Desa Pengotan telah memperlihatkan kesetaraan gender. Mereka melakukan ritual perkawinan tidak ada pilih kasih atau mendapat perlakuan yang berbeda satu dengan yang lain.