Dokumen Ngerebeg Keris Ki Baru Gajah

Ngerebeg Keris Ki Baru Gajah

Upacara Ngerebeg berlangsung pada hari setiap 210 hari yang jatuh pada hari Sabtu (Saniscara) Kliwon, wuku Kuningan. Proses upacara diawali dengan menyambut tibanya Keris Ki Baru Gajah yang diusung dari Puri Kediri dan diiringi oleh pangrebeg dari Desa Pakraman Kediri. Dari Puri Kediri keris Ki Baru Gajah diusung berjalan kaki menuju  menuju Pura Luhur Pakendungan yang berjarak  kurang lebih 11 kilometer. Ketika sampai di Pura Luhur Pakendungan, keris Ki Baru Gajah ditempatkan di Meru Payogan Ida Bhatara Hyang Sedhana Tra (bangungan bertumpang tujuh tempat pemujaan Tuhan dengan sebutan Hyang Sedhana Tra). Selanjutnya dilakukan upacara ngabejiang (menuju mata air) untuk menyucikan sarana upacara. Kembali dari beji Ida Bhatara berkeliling tiga kali mapurwwadaksina (berputar searah jarum jam sebanyak tiga kali) di Pangubengan (tempat untuk menyambut para dewata dari penjuru mata angin), di sana disambut dan dipersembahkan tapakan matiti mamah kebo suci (persebahan berupa seperangkat sesajen yang ditutupi dengan kulit kerbau utuh). Di Bale Agung (bangunan panjang bertiang 12 yang terletak di areal utama Pura Pakendungan) dipersembahkan banten datengan (sarana upacara) berupa linggih kebo (kerbau) 35/54  dan linggih bawi (babi) 35/54. Kemudian Ida Bhatara (Tuhan) kembali berkeliling tiga kali (mapurwadaksina) di payogan (bangunan suci tempat peristirahatan) baru kemudian munggah ke meru (ditempatkan pada bangunan bertumpang tujuh). Selanjutnya dipersembahkan wangi (bunga), rayunan (makanan), gayung (nyanyian suci), wajik cane (air suci). Setelah itu barulah dilaksanakan pangilen pujawali (prosesi upacara inti). Apabila Pujawali/Patirthan Madhya (upacara dengan tingkatan sedang), maka ngabejiang dilaksanakan ngalumbung (tidak pergi ke mata air) dan Ida Bhatara tidak mapralawat (dibersihkan di tempat/di pura saja). Selain itu, pangilenan pujawali (prosesi upacara) dilaksanakan oleh Pamangku Gede. Setelah prosesi upacara selesai, diikuti tarian Baris Sang Gede dari Desa Pakraman Kedungu. Kemudian dilanjutkan dengan ilen payung pagut (tarian menggunakan tombak yang dihias), dilengkapi lagi dengan ilen tajen taluh (mengadu atau menanbrakkan dua butir telur), tajen kelapa (mengadu atau menabrakkan dua butir kelapa), dan tajen tingkih (mengadu atau menabrakkan dua butir kemiri), yang dilaksanakan oleh para pamangku (pemimpin upacara) secara bersama-sama. Upacara terakhir adalah makincang-kincung (tarian sakral), selanjutnya ngelebar karya (upacara penutup), diiringi dengan tarian rejang pendet (tari rejang wanita dewasa) dan rejang dewa (tari rejang yang penarinya remaja belum haid), berputar tiga kali lengkap dengan sarana upacara lainnya. Apabila Patirthan Madhya, tidak ada ilen payung pagut dan makincang-kincung. Setelah dilaksanakan upacara nglebar karya, Ida Bhatara nyejer (bersemayam) selama tiga hari, mulai dari hari Minggu sampai Selasa. Kemudian Ida Bhatara masineb (disimpan) disertai dengan mempersembahkan upakara panyineban (upacara penyimpanan) yang dilaksanakan  oleh Jro Mangku Gede. Setelah nyineb, Bhatara Keris Ki Baru Gajah diusung kembali ke payogan di Puri Kediri.

Selain Ngebeg dilakukan pula upacara Nglisah yang berlangsung pada Tumpek Landep (Sabtu Kliwon Wuku Landep) yang diyakini sebagai hari pebersihan senjata tajam. Pada saat ini dilakukan pembersihan terhadap keris pusaka Ki Baru Gajah menggunakan sarana upacara tertentu, kemudian Keris Pengabih (keris pendamping) dan Keris Ki Baru Gajah selanjutnya dibawa ke Manjang Siluang (bangunan suci yang dihiasi dengan tanduk manjangan) untuk memulai proses nglisah (membersihkan keris) yang dilakukan oleh penglingsir (tetua) Puri Kediri Tabanan. Pertama, adalah membersihkan kedua keris menggunakan air kelapa gading. Keris tersebut dibersihkan menggunakan kapas yang dicelupkan ke dalam air kelapa gading. Kemudian air pembersihan keris diletakkan di dalam sebuah kendi disebut air lisah. Langkah kedua adalah menggunakan jeruk nipis. Jeruk nipis dibelah menjadi dua dan digosokkan pada keris Ki Baru Gajah dan keris pengabih. Setelah digosokkan pada kedua keris, jeruk tersebut dicampur dengan air kelapa gading tadi. Langkah terakhir menggunakan minyak yang berasal dari buah kelapa gading. Keris Ki Baru Gajah dan Keris Pengabih dibersihkan kembali dengan kapas. Selanjutnya minyak tersebut dicampur dengan air pembersihan pertama dan kedua. Setelah prosesi Nglisah selesai, Keris Ki Baru Gajah beserta Keris Pengabih ditempatkan di pepelik (bangunan tempat tempat penyimpanan benda-benda sakral) di Merajan Agung (tempat pemujaan keluarga besar) Puri Kediri Tabanan. Air lisah (air pembersihan) keris tersebut selanjutnya ditunas (dimohon, diminta) oleh pekaseh (pemimpin subak) digunakan sebagai air suci yang dipercikkan di sawah dan kebun dengan harapan sawah dan kebun terhindar dari hama.

Masyarakat di Kecamatan Kediri yakin bahwa keris Ki Baru Gajah merupakan pemberian Ida Dang Hyang Dwijendra yang mampu mengusir hama penyakit untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, fungsi tradisi Ngrebeg Keris Ki Baru Gajah yang dilaksanakan oleh masyarakat Kecamatan Kediri adalah sebagai berikut; 1) Pelengkap upacara Dewa Yadnya, khususnya penangluk merana (membasmi hal-hal negatif). Hal ini sesuai dengan bhisama (ketentuan atau ketetapan) Ida Dang Hyang Dwijendra untuk menjaga dan mengupacarai keris Ki Baru Gajah tersebut agar kelak selalu memberikan kesejahteraan. 2) Sebagai pendidikan masyarakat terutama anak-anak selaku generasi penerus selalu memelihara tanah pertanian yang terdapat di alam sekitar. Salah satu di antaranya adalah menjaga kualitas air, karena air selain sebagai sumber kehidupan juga dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan lainnya terutama untuk mengairi sawah para petani. Jika kualitas air tanah pertanian terjaga, hama penyakit pun tidak akan menyerang tanaman pertanian. 3) Mempererat hubungan sosial, melalui tradisi Ngrebeg masyarakat di Kecamatan Kediri merasa satu, satu ikatan. Mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan setelah upacara (tradisi) mereka bergotong royong memikul tugas sebagai pengabdian dan memohon keselamatan kepada Tuhan. 4) Pengusir hama penyakit, sejalan dengan mitos keris Ki Baru Gajah yang digunakan untuk membunuh hama tanaman bernama Buta Babahung. Berdasarkan mitos tersebut tradisi Ngrebeg diharapkan hama tikus atau hama tanaman lainnya tidak merusak tanaman padi.

Menurut penuturan pengelingsir Puri Kediri, selama ini belum pernah dilakukan program pelestarian upacara Ngrebeg Keris Ki Baru Gajah secara formal. Upaya pelestarian berjalan secara spontanitas dan berkesinambungan sebagai berikut.

  1. Kepercayaan masyarakat di Kecamatan Kediri terhadap keris pusaka Ki Baru Gajah yang memiliki unsur spiritulitas sehingga mampu untuk mengusir hama. Berdasarkan kepercayaan demikian, masyarakat tidak berani menolak bisama (petunjuk) Dang Hyang Nirartha. Jika bisama itu tidak dilaksanakan diyakini dapat menimbulkan petaka berupa hama penyakit tanaman dan gagal panen.
  2. Melaksanakan upacara ngrebeg secara turun temurun dan berkesinambungan setiap enam bulan (210 hari) berdasarkan perhitungan kalender tradisional Bali.
  3. Melibatkan seluruh masyarakat termasuk remaja dan anak-anak sebagai proses sosialisasi dan internalisasi. Sehingga upaya pelestarian dan pengkaderan tradisi ngrebeg berjalan secara spontan sejak usia dini.