Dokumen Nyepi Segara

Nyepi Segara

Dalam Babad Dalem disebutkan bahwa pada saat pemerintahan Dalem Dimade, raja mengutus Kyai Jelantik Bogol alias I Gusti Jelantik Bungaya untuk menundukkan Ida Dalem Bungkut di Nusa Penida. I Gusti Jelantik Bogol bertolak dari Pantai Kusamba menuju Nusa Penida diiringi 200 orang prajurit dan berhasil mengalahkan Dalem Bungkut.  I Gusti Jelantik Bungaya berhasil mengalahkan Dalem Bunbgkut sekitar tahun 1625 M.

Pada masa Kerajaan Klungkung, terutama pada masa pemerintahan Dewa Agung Putra Kusamba, Kusamba berperan sebagai ibukota kedua dan didirikan istana yang diberi nama Kusanegara. Berdirinya istana Kusanegara mengakibatkan Kusamba juga berkembang menjadi kota pelabuhan. Kondisi geografis Kusamba sangat cocok dikembangkan sebagai pelabuhan karena dari perbukitan yang terletak di sebelah utara mengalir dua sungai melintasi Desa Kusamba. Kedua buah sungai tersebut selanjutnya bertemu dan membentuk muara yang luas dan tenang di tepi pantai  yang sangat cocok dijadikan pelabuhan terutama pada saat air laut pasang. Pada saat itu penduduk desa-desa di sekitar Kusamba memanfaatkan pelabuhan Kusamba utnuk menjual hasil bumi dan membeli berbagai barang kebutuhan hidup. Barang-barang yang diekspor Kerajaan Klungkung melalui pelabuhan Kusamba seperti: garam (uyah, tasik), kelapa, minyak kelapa, kulit sapi (belulang), daging sapi kering, lemak sapi, kopi, beras, padi, kulit kayu tibah dll. Barang-barang yang diimpor melalui pelabuhan Kusamba seperti: candu/ophium, terasi, besi, gambir (Korn, 1922: 54) Berkembangnya Kusamba menjadi pelabuhan mengakibatkan terjadinya hubungan dengan pelabuhan-pelabuhan lain baik yang ada di Bali maupun luar Bali. Banyak perahu-perahu dagang yang  datang dari pelabuhan Ujung, Amed, Padang (wilayah Kerajaan Karangasem); pelabuhan Kuta Badung, Pabean Buleleng, Seseh Mengwi dan juga dari pelabuhan luar Bali seperti Ampenan Lombok, Jungutbatu, Toyapakeh, Mentigi Nusa Penida.

Sebagai masyarakat pesisir masyarakat Kusamba memiliki ritual yang dikenal dengan ritual Nyepi Segara. Ritual nyepi segara merupakan rangkaian upacara ngusaba desa di Pura Segara. Pura Segara merupakan pura swagina  yang pada awalnya disusung oleh masyarakat nelayan dan petani garam diempon oleh Puri Kusamba. Masyarakat Muslim yang berasal dari Bugis pada jaman dahulu juga ikut berpartisipasi dalam pelaksaaan upacara ngusaba desa di Pura Segara. Semua masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan dan petani garam pada saat dilaksanakan upacara ngusaba dikenakan pekedeng  (iuran) untuk membeiayai pelaksanaan upacara ngusaba di Pura Segara. Saat ini masyarakat Kampung Muslim Kusamba tidak ikut berpartisipasi dalam pelaksaaan upacara, namun sebagai warga Desa Kusamba masyarakat Kampung Muslim Kusamba juga menghormati ritual nyepi segara dan tidak melaksanakan aktivitas di laut selama satu hari penuh pada saat pelaksaaan nyepi segara. Saat ini pelaksanaan ritual nyepi segara didukung oleh seluruh masyarakat Desa Kusamba.

       Nyepi segara merupakan suatu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kusamba yang bertujuan untuk melestarikan wilayah pesisir dan laut. Pelaksanaan nyepi segara yang jatuh pada Purnama Sasih Kelima berdasarkan penanggalan Bali. Seluruh aktivitas masyarakat di kawasan pantai dan laut wilayah Desa Kusamba dihentikan dari pukul 06.00 – 18.00 wita. Ritual nyepi segara tidak hanya berlaku bagi aktivitas nelayan dan petani garam semata, tetapi juga berlaku juga terhadap aktivitas transfortasi laut yang menghubungkan kawasan pantai Kusamba dengan dengan wilayah Nusa Penida, Lembongan dan Ceningan. Tradisi nyepi segara sudah dilaksanakan oleh masyarakat Desa Kusamba secara turun temurun, yang pawa awalnya dilaksanakan oleh masyarakat nelayan dan petani garam, namun pada saat ini dilaksanakan oleh seluruh warga Desa Kusamba. Nyepi segara merupakan rangkaian upacara ngusaba di Pura Segara dan ngusaba Nini, dilaksanakan sehari setelah upacara ngusaba di Pura Segara. Proses pelaksanaan nyepi segara yang berkaitan dengan upacara ngusaba di Pura Segara diawali  dengan mengadakan pertemuan (paruman) yang dkhadiri oleh wakil-wakil dari delapan banjar adat di lingkungan Desa Adat Kusamba yakni Banjar Anyar, Banjar Agung, Banjar Bingin, Banjar Tengah, Banjar Rame, Banjar Prasatria 1, Banjar Batur dan Banjar Prasatria 2. Dalam pertemuan dibahas berbagai hal dan persiapan pelaksanaan upacara ngusaba, kapan hari baik untuk memulai pekerjaan, pembuatan alat-alat perlengkapan. Hasil keputusan rapat (paruman) dilaksanakan seksi (baga) parahiyangan untuk mengkoordinir pelaksanaan upacara. Sebelum mulai melaksanakan pembuatan sarana upakara dawali dengan upacara matur piuning di pura-pura di Desa Kusamba dengan sarana banten pejati seperti di Pura Puseh, Pura Desa/Balai Agung, Pura Dalem dan Prajapati, Pura Segara dan Penyawangan, Merajan Agung Puri Kusamba. Tujuan upacara matur piuning supaya dalam melaksanakan upacara ngusaba desa dan ngusaba nini mendapat anugrah dari Ida Sanghyang Widhi dan upacara berjalan lancar.Sembilan hari (H-9) sebelum upacara dilaksanakan pekerjaan membuat perlengkapan upacara sudah mulai dilaksakan secara gotong royong baik oleh warga laki-laki (krama lanang) maupun oleh  warga perempuan (krama istri). Sebagai tanda batas wilayah pelaksaaan nyepi segara warga memasang dua buah penjor, satu buah penjor dipasang di batas bagian barat pantai Desa Kusamba yakni di pantai Desa Karangdadi; satu buah penjor dipasang di batas timur wilayah pantai Desa Kusamba yakni di pantai Desa Tribuwana.Setelah segala sarana upakara selesai dipersiapkan pada hari Purnama Sasih Kelima pagi hari pukul 08,00 pagi dilaksanakan rangkaian upacara melasti (penyucian). Masyarakat Desa Adat Kusamba mepeed (berjalan beriringan) dari Pura Bale Agung menuju Pura Segara diiringi oleh gong blaganjur. Peserta  mepeed diawali oleh anak-anak laki-laki dan perempuan, muda-mudi (truna bajang) dan orang dewasa laki-laki perempuan; semuanya menggunakan busana adat ke pura. Semua sarana  upakara yang akan digunakan pada saat upacara pekelem dibawa oleh warga yang ikut prosesi mepeed ke Pura Segara. Setelah rangkaian upacara ngusaba di Pura Segara selesai, tepat pada pukul 22.00 wita dilaksanakan upacara pekelem  ke tengah laut. Rangkaian upacara pekelem ini dilaksanakan oleh warga masyarakat yang masih remaja (generasi muda). Sarana upakara pekelem dipikul (dipundut) oleh generasi muda dan diangkut dengan tiga buah jukung menuju ke tengah laut dan ditaburkan ke laut. Setelah ranghkaian upacara mulang pekelem selesai dilanjutkan dengan acara nunas tirta amertha (mohon air suci kehidupan), menggunakan sarana botol yang sudah ditutup rapat sehingga air laut tidak bisa masuk ke dalam botol. Botol yang sudah ditutup rapat diikat dengan tali ditenggelamkan ke laut oleh oleh para penandita. Setelah beberapa lama botol diangkat dan di dalam botol sudah berisi air yang diyakini sebagai tirta amertha (air suci kehidupan) untuk selanjutnya disimpan di salah satu bangunan (pelinggih) Pura Segara. Pada saat rangkaian upacara ngusaba segara berakhir (nyineb) tirta amertha akan diberikan kepada seluruh warga Desa Kusamba. Sehari setelah upacara pakelem sejak pukul 06.00 pagi sampai pukul 18.00 wita. Seluruh masyarakat Desa Kusamba melaksanakan upacara Nyepi Segara, semua aktivitas laut dihentikan selama satu hari penuh, baik itu aktivitas nelayan, petani garam maupun aktivitas penyeberangan ke Nusa Penida, Lembongan dan Ceningan. Nyepi segara juga berlaku bagi warga muslim Kampung Kusamba karena Kampung Kusamba berada di wilayah Desa Adat Kusamba.    

2.2 Sarana Upakara 

            Salah satu rangkaian upacara ngusaba desa dan ngusaba nini  di Pura Segara Desa Adat Kusamba  adalah mulang pekelem (menuangkan berbagai sarana upakara) di tengah laut. Berdasarkan plutuk wewantenan karya ngusaba desa lan ngusaba nini isi sesajen pekelem adalah sebagai berikut: 

  1. Jauman Sarwa Rupa isinya bekayu, godegan, plosor gencet pat mewarna, plosor gencet telu mewarna, bungan temu alit gencet pat mewarna, bungan temu alit gencet telu mewarna, anggur gencet pat, anggur gencet telu, sanganan bungkulan merepat, sebit, ketunggeng, kedis alit, pecuk telu, kopet-kopetan, ulam segara: seleh, aud-aud, awan, penyu. Sanganan lebeng andus: klepet, klepet unti, klepet beras, timus, sumping, klaudan, cerorot, bantal, celek gula, abug, jaje kukus, jaje injin, tipat sirikan, biu melalab. Jaje gina (renggina) kecil warna putih, hitam, merah, kuning, Jajan uli digoreng putih dan merah, Jajan kiping: rangin, bendu, kaliadrem, kering, dodol, satuh, tape don tingkih putih, tape don tingkih selem, sukun digoreng, calon macem pat, jajan pais, ikan tawar seperti udang dogoreng satu tamas, kipi satu tamas, kakul satu tamas, yuyu atamas; masing-masing jenis jumlahnya 100.
  2. Jero Gede

 .               Jero Gede Madasar Tembong isinya: pijer kelapa, pisang catur, buah catur, jangan catur, pedudusan memomo 9 pasang, ceraken, ratepan, pengeriasan 27, jajan saji, tuak, arak, madu, berem, buwem warak, canang/base dengan bunga warna 5, pedamel bije-bije, klakat suda mala, beras, benang, base temple, uang kepeng 1050.

a.              Jero Gede medasar wakul isinya:  pijer kelapa, pisang catur, buah catur, jangan catur, pedudusan memomo 9 pasang, ceraken, ratepan, pengeriasan 27, jajan saji, tuak, arak, madu, berem, buwem warak, canang/base dengan bunga warna 5, pedamel bije-bije, klakat suda mala, beras, benang, base temple, uang kepeng 250.

b.              Jero Gede medasar pane ageng isinya: pijer kelapa, pisang catur, buah catur, jangan catur, pedudusan memomo 9 pasang, ceraken, ratepan, pengeriasan 27, jajan saji, tuak, arak, madu, berem, buwem warak, canang/base dengan bunga warna 5, pedamel bije-bije, klakat suda mala, beras, benang, base temple, uang kepeng 1050.

c.              Jero medasar kise isinya: pijer kelapa, pisang catur, buah catur, jangan catur, pedudusan memomo 9 pasang, ceraken, ratepan, pengeriasan 27, jajan saji, tuak, arak, madu, berem, buwem warak, canang/base dengan bunga warna 5, pedamel bije-bije, klakat suda mala, beras, benang, base temple, uang kepeng 54

0.              Bale gading melamak putih kuning isinya: pula kerti, bokor, sangku berisi air, kotak pedagingan berisipedagingan emas, perak, undagi.

0.              Buah nangka besar berisi pula kerti

0.              Bhatara Artha isinya: uang kepeng 1700 kepeng, kain puti secukupnya, pula kerti 1

0.              Bhatara Sri (lanang-istri) isinya: bantal lenge 33 (2x), kain kasa kuning secukupnya, pulakerti 1

0.              Eteh-eteh Madasar Bokor isinya: buwem warak asujang, madu asujang, tuak asujang, arak asujang, berem ketan asujang, berem injin asujang

0.              Tegen-tegenan Sebulu berisi tebu, jagung, padi, buah pinang, pisang, nanas, pijer kelapa, kelapa, sanganan bantal ageng, sanganan rete, bebek sebulu hidup, ayam sebulu hidup.

0.              Tegen-tegenan selem isinya tebu cemeng (hitam), jagung, padi, buah pinang, buah pisang, nanas, pijer kelapa, kelapa, sanganan bantal ageng, sanganan reta, bebek hitam hidup satu ekor, ayam hitam hidup satu ekor.

0.              Tegen-tegenan Putih isinya tebu, jagung, padi, buah pinang, buah pisangh, nanas, pijer kelapa, buah kelapa, sanganan bantal ageng, sanganan reta, bebek putih hidup satu ekor, ayam putih hidup satu ekor.

0.              Jauman ageng banyaknya 12 sok losok isinya suci asoroh, sayut pengambian asoroh, itik sebulu dipanggang. 

Praktik ritual  yang disebut yadnya merupakan  persembahan atau korban suci  menjadi  basis kehidupan yang memberi spirit dan inspirasi bagi manusia Bali khususnya yang beragama Hindu. Praktik ritual dalam bentuk yadnya merupakan kesadaran manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan (bhuwana alit) yang hidup di alam semesta (bhuwana agung). Kesadaran manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan menumbuhkan sifat-sifat  ikhlas untuk berkorban dan sebagai ungkapan rasa syukur atas berkah yang sudah dilimpahkan . Oleh karena itu apabila masyarakat melaksanakan upacara yadnya hendaknya melaksanakan yadnya berdasarkan tulus ikhlas dengan kesucian hati, berdasarkan cinta kasih, yadnya hendaknya juga mempertimbangkan kemampuan, yadnya juga merupakan kewajiban karena manusia sudah diberikan kehidupan.

            Secara filosofis masyarakat Desa Kusamba memaknai penyelenggaraan nyepi segara sebagai upaya manusia dalam menyeimbangkan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan alam sebagai inti dari ajaran Tri Hita Karana. Hal ini juga berkaitan dengan ucapan rasa syukur terhadap laut atau segara yang sudah melimpahkan sumber kehidupan. Ucapan rasa syukur ini diwujudkan dalam persembahan berbagai hasil bumi dan laut dalam ritual mulang pekelem sebagai rangkaian upacara ngusaba desa dan ngusaba nini. Besoknya sejak pukul 06.00 sampai pukul 18.00 wita  seluruh aktivitas di pesisir pantai dan laut dihentikan. Secara mitologis masyarakat meyakini bahwa Dewa Baruna sebagai Dewa penguasa lautan sedang mengadakan yoga semadi untuk keselamatan dunia sehingga masyarakat tidak boleh menggangu. Tujuan ritual nyepi segara supaya terjadi keseimbangan antara  manusia dan lingkungan terutama laut sehingga manusia mendapat berkah hasil laut untuk menunjang kehidupannya.

            Di samping itu masih banyak masyarakat yang bekerja di sektor pertanian. Sebagai ciri khas masyarakat pesisir masyarakat Desa Kusamba juga memiliki sebuah pura yang terletak di pesisir pantai yakni Pura Segara. Pura Segara merupakan pura swagina tempat pemujaan bagi masyarakat yang memiliki profesi yang sama supaya terjalin kerukunan dan keakraban profesi. Masyarakat yang bekerja di sektor pertanian memiliki tempat pemujaan disebut Pura Subak, Ulun Suwi; masyarakat pedagang memilik pura pemujaan yang disebut Pura Melanting, masyarakat nelayan atau petani garam memiliki tempat pemujaan disebut Pura Segara.

            Menurut penuturan tokoh-tokoh masyarakat Desa Kusamba Anak Agung Gede Raka Swastika (Maestro/Guru Budaya), Pura Segara di Desa Kusamba pada awalnya disungsung oleh masyarakat nelayan dan petani garam, nelayan dan petani garam yang mencari penghidupan di kawasan pesisir dan laut Kusamba baik yang beragama Hindhu maupun yang beragama Islam terutama yang berasal dari Suku Bugis ikut berparsisipasi dalam pelaksanaan upacara ngusaba segara di Pura Segara. Hal ini dibuktikan dapat  dari sesajen yang ada di panggungan Madya Mandala  terdapat banten slam yang olahannya dari daging itik. Saat ini masyarakat Islam di Kampung Kusamba tidak ikut berpartisipasi dalam pelaksaan upacara ngusaba segara dan ngusaba nini, namun pada saat nyepi segara semua warga Kusamba baik yang beragama Hindu maupun yang beragama Islam menghentikan aktivitas selama satu hari penuh, sebagai solidaritas antar warga masyarakat Desa Kusamba.

            Anggota masyarakat bersatu saling bahu membahu sejak persiapan apacara sampai berakhirnya rangkaian upacara yang berlangsung selama 11 hari. Di samping menyumbang dana untuk kebutuhan upacara masyarakat juga menyumbang hasil bumi yang mereka miliki seperti buah-buahan, biji-bijian sebagai sarana upakara. Hal itu menunjukkan wujud bhakti masyarakat kepada Sang Pencpta, Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah melimpahkan rahmatnya berupa hasil laut dan hasil bumi. Masyarakat Kusamba yang tinggal di luar desa juga menunjukkan solidaritasnya, ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan upacara, menyempatkan diri pulang dan ikut dalam rangkaian upacara. Mereka berlomba-lomba untuk ikut mengusung perlengkapan sarana pekelem dalam acara mepeed dari Pura Balai Agung ke Pura Segara

            Nyepi Segara merupakan salah satu nilai luhur masyarakat Desa Kusamba yang memiliki visi yang sangat mulia dalam mengelola wilayah pesisir dan laut. Pelaksanaan nyepi segara yang diadakan sehari setelah hari Purnama Kelima menurut perhitungan kalender Bali telah berlangsung secara turun-temurun sebagai bentuk pemujaan terhadap Dewa  Baruna yang diyakini sebagai penguasa lautan dan samudra. Nyepi segara sebagai sebuah nilai kearifan lokal tampaknya pantas untuk dilestarikan. Pelestarian nilai-nilai budaya lokal yang telah dipertahankan secara turun temurun dapat menjadi sumber inspirasi untuk membangun masa depan yang lebih baik sesuai dengan perkembangan jamannya.

            Ritual nyepi segera merupakan rangkaian upacara ngusaba segara dan ngusaba nini di Pura Segara Desa Desa Kusamba. Setelah pelaksanaan upacara ngusaba segara dan ngusaba nini selesai, tepat pada pukul 22.00 wita dilaksanakan upacara mulang pekelem, menenggelamkan sesajen beserta perlengkapannya ke laut. Tujuan upaca bhakti pekelem adalah sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Desa Kusamba atas limpahan sarining amerta yang telah diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang maha Esa) khususnya kepada masyarakat Desa Kusamba.