Dokumen Ritual Mecaru Mejaga Jaga Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa

Ritual Mecaru Mejaga Jaga Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa

Tradisi Mecaru "Mejaga-Jaga" adalah suatu tradisi yang secara rutin dilaksanakan di Kabupaten Klungkung tepatnya di Desa Pakraman Besang Kawan Tohjiwa Kelurahan Semarapura Kaja, yang dilaksanakan bertepatan pada Tilem  Sasih karo. Rentetan acara dalam tradisi yang telah dilaksanakan secara turun tumurun tetap sama tanpa bertani untuk merubah apalagi tidak melaksanakan tradisi/ Prosesi Upacara  ini. Hal ini dikarenakan jika berani tidak melaksanakan akan terjadi suatu malapetaka di Desa Pakraman Besang Kawan Tohjiwa.

Pelaksanaan Mecaru Mejaga-jaga ini menggunakan sarana Seekor Sapi pilihan. Sapi tersebut tidak boleh cacat, dan yang memilih sapi tersebut tidak sembarang orang tetapi sapi tersebut  dipilih oleh keturunan Pemangku Prajapati, Pemengku Catus Pata, serta Pemangku Dalem. Adapun pelaksanaan prosesi Mejaga-jaga tersebut adalah sebagai berikut :

Kira-kira pukul 07.00 Wita Sapi  dimandikan dan dibawa ke depan Pura Puseh Desa Setempat. Di Pura Puseh tersebut digelar prosesi Upacara yang dilaksanakan seluruh masyarakat,  untuk mendoakan supaya upacara berjalan lancar dan  Desa dianugrahi oleh Ida Sanghyang Widhi Wasa keselamatan dan ketentraman , dan juga Sapi yang digunakan sebagai sarana Pecaruan  agar tarap hidupnya meningkat pada kehidupannya yang akan datang.  Kemudian oleh Pemangku Catus Pata Sapi ditebas pada pantat sebelah kanan dengan menggunakan Balakas Sudamala yang disakralkan oleh masyarakat dan darah spipun mulai beececeran.   Kemudian Sapi tersebut  kembali diarak oleh masyarakat / Sarga ke selatan hingga batas desa.  Persis didepan Pura Dalem kembali dilaksanakan prosesi yang sama  dengan menebas pantat bagian kiri, dan selanjutnaya oleh warga sapi  diarak lagi ke catus pata sebelum diarak ke timur perbatasan Desa sebelah  timur. Disana Sapi kembali ditebas pada bagian pantat sebelah kanan. Sapi kembali diarak ke ke sebelah barat di depan Pura Prajapati, disana klaki sapi yang agak dibelakang kembali ditebas, dan akhirnya kembali ke Catus pata untuk dilakukan upacara selanjutnya. 

Kelihatan agak sadis tetapi masyarakat menegaskan dan meyakini  ceceran Darah Sapi ini diyakini sebagai darah kurban untuk menjaga Desa Besang Kawan Tohjiwa  baik secara Sekala maupun secara niskala dan merupakan sarana pembersihan  dan menyeimbangkan ( Nyomiang)  Alam  baik itu  Parhyangan, Pawongan maupun Pelemahan. Menariknya masyarakat  berebutan mencari darah sapi yang bececeran, karena diyakini darah tersebut sebagai obat untuk menghilangkan semua penyakit. Pada tahap akhir dilanjutkan melakukan pecaruan  dengan menggunakan kulit ( Keletan ) Sapi, dan sebelum itu, daging sapi tersebut dibagikan kepada masyarakat.