Dokumen Sampi Gerumbungan Buleleng

Sampi Gerumbungan Buleleng

Gerumbungan merupakan salah satu tradisi unik yang terdapat di daerah Buleleng. Berkembangnya seni budaya Sampi Gerumbungan di desa Kaliasem, Kabupaten Buleleng diperkirakan dimulai sekitar tahun 1923. Terciptanya seni budaya Sampi Gerumbungan ini merupakan hasil kreatif Sampi itas para petani di desa Kaliasem. Sudah diketahui bersama bahwa saat para petani membajak sawahnya umumnya menggunakan bajak yang disebut tenggala/lampit ditarik oleh dua ekor sapi. Proses membajak ini disebut dengan metekap/nglampit. Kegiatan metekap atau nglampit inilah yang menginspirasi para petani untuk menciptakan sebuah kesenian yang terkait dengan pekerjaan atau profesinya sehari-hari sebagai petani. Dari kegiatan metekap atau nglampit ini dikemas sedemikian rupa dan ditambah dengan kreasi-kreasi baru untuk menambah keindahan, maka terciptalah seni budaya Sampi Gerumbungan.

Seni budaya ini umumnya dipentaskan setelah mereka berhasil dalam pertaniannya. Pada awalnya seni budaya Sampi Gerumbungan ini hanya terkait dengan bidang pertanian, karena dipentaskan untuk kepentingan para petani. Artinya, diciptakan, dilakoni dan dinimati oleh petani setelah mereka menikmati hasil kerja mereka di sawah. Sebagai rasa syukur kepada Hyang Widhi Wasa, maka mereka membuat sebuah permainan atau sebuah kesenian yang dapat menghibur di kalangan petani itu sendiri. Desa Kaliasem merupakan tempat terciptanya Seni Budaya Sampi Gerumbungan termasuk wilayah berkembangnya pariwisata di Kabupaten Buleleng. Seni budaya Sampi Gerumbungan adalah sebuah atraksi yang cukup menarik bukan saja bagi kalangan petani, melainkan juga bagi masyarakat umum dan para wisatawan baik yang berasal dari dalam negeri maupun manca negara.

Sejak tahun 1986 keberadaan Sampi Gerumbungan ini mulai dimanfaatkan dalam dunia pariwisata untuk menarik datangnya para wisatawan ke wilayah Buleleng. Semenjak itu keberadaan Sampi Gerumbungan tidak saja terkait dengan dunia pertanian, melainkan sudah merambah pada bidang pariwisata. Nama Gerumbungan pada tradisi ini, didapatkan dari penggunaan gerumbungan atau genta besar yang biasa dikalungkan pada leher-leher sapi yang ikut dalam tradisi sampi gerumbungan.

Dalam pementasan Sampi Gerumbungan di Desa Kaliasem ditampilkan gerakan-gerakan dari sapi dan pengatiknya yang mengagumkan, seperti langkah kaki sapi yang serempak antara kaki-kaki kedua sapi sehingga nampak gerakan kakinya seperti gerak kaki peserta gerak jalan. Sapi tersebut menggunakan peralatan dan kostum yang dihias seindah mungkin sehingga tidak membosankan bagi yang melihat atau menontonnya. Ragam hias itu terlihat pada leher sapi yang digantungkan keroncongan berukuran besar yang disebut Gerumbungan, sedangkan di kakinya dipasangkan gongseng. Gerumbungan dan gongseng akan menghasilkan suara dengan alunan yang berbeda-beda sehingga menambah kesemarakan pementasan Sampi Gerumbungan tersebut.

Sampi Gerumbungan adalah kreativitas para petani di Desa Kaliasem sebagai perwujudan  syukur kepada Ida Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang melimpah. Hal ini tidak terlepas dari keyakinan masyarakat terhadap penggunaan hewan sapi untuk membajak sawah sehingga dapat menghasilkan panen yang melimpah. Terdapat nilai budaya yang terkandung pada tradisi Sampi Gerumbungan yakni nilai religius, yang tercermin dari pelaksanaan matur piuning sebelum  pelaksanaan  lomba. Matur  piuning  bermakna sebagai pemberitahuan atau permakluman kepada Sang Hyang  Widhi  Wasa  bahwa  akan diadakan perlombaan Sampi Gerumbungan     dan     memohon agar   kegiatan   dapat   terlaksana dengan lancar tanpa hambatan.

Upaya peletarian karya budaya

  • Menampilkan tradisi Sampi Gerumbungan pada festival-festival yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Buleleng.
  • Membuat dokumentasi berupa foto ataupun video tentang pelaksanaan tradisi Sampi Gerumbungan.