Siat Api
ASPEK SEJARAH:
Sejarah keberadaan Siat Api tidak diketahui secara pasti karena tidak ditemukan bukti tertulis. Namun menurut tokoh masyarakat setempat (I Nengah Alit, 72 tahun) bahwa Siat Api ini sudah dilaksanakan sejak dahulu oleh para leluhur secara turun temurun. Pada masa lalu tepatnya di Sasih Kapitu-Kawolu (Bulan Januari-Februari) di Desa Adat Duda terdapat malapetaka yang disebabkan oleh hujan deras dan angin kencang yang menyebabkan banjir bandang, pepohonan tumbang, tanah longsor, serta bayak warga yang terkena wabah penyakit. Untuk mengatasi musibah tersebut para tetua adat berusaha mencarikan solusi dengan meminta pendapat kepada Bagawanta atau sulinggih. Beliau menyampaikan bahwa pada sasih tersebut memang sasih yang dihuni oleh pengaruh negatif bhuta kala sehingga perlu melaksanakan upacara nyomia bhuta kala agar tidak mengganggu kehidupan alam dan manusia. Hal inilah yang menjadi cikal bakal dilaksanakannya Siat Api yang diyakini berfungsi untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan hidup warga Desa Adat Duda. Masyarakat Desa Adat Duda mempunyai keyakinan bahwa wabah penyakit tak hanya disebabkan oleh sekala atau dunia nyata baik dari virus, bakteri, atau lainnya, namun mereka juga meyakini bahwa penyakit bahkan wabah yang melanda desa mereka disebabkan secara niskala sehingga untuk menanggulanginya perlu dilakukan upaya-upaya secara niskala juga, yakni dengan melangsungkan sebuah upacara. Masyarakat Desa Adat Duda juga mempunyai kepercayaan bahwa api merupakan media pelebur aura-aura negatif yang dapat menyebabkan wabah penyakit bagi warga, atau hal negatif lainnya yang dapat merugikan kelangsungan hidup warga desa menjadi energi positif yang dapat menciptakan keseimbangan skala dan niskala. Keyakinan ini telah diwariskan secara turun temurun hingga hari ini, sehingga upacara dalam rangka tolak bala inipun secara rutin dilangsungkan oleh masyarakat Desa Adat Duda.
PROSES SIAT API:
Beberapa hal yang mendukung pelaksanaan Siat Api sebagai berikut:
- Tempat dan waktu pelaksanaan
Siat Api dilaksanakan pada panglong ping 13, panglong ping 14 bertepatan di Tilem Sasih Kawolu pada kalender Bali setiap 1 tahun sekali. Siat Api dilaksanakan pada sore hari setelah warga menyelesaikan rangkaian upacara Metabuhin dan Tektek Prus, yakni sekitar pukul 16.00 Wita.
Tempat pelaksanaan adalah di Jembatan Tukad Sangsang sebagai tempat dilaksanakannya Siat Api yang telah berlangsung sejak dulu karena mempunyai beberapa pertimbangan, diantaranya, secara posisi, Jembatan Tukad Sangsang berada di tengah-tengah desa, dimana jembatan ini menghubungkan wilayah desa yang terbelah oleh Tukad Sangsang. Tukad Sangsang mempunyai fungsi religius bagi masyarakat Desa Adat Duda, karena di hilir sungai ini terdapat mata air, masyarakat setempat menyebutnya Panca Tirta, tempat dimana warga Desa Adat Duda mengambil air atau memohon air suci untuk keperluan upacara Atiwa-tiwa (ngaben). Selain itu, di bagian hulu sungai ini juga tempat menghanyutkan tulang dari sisa pembakaran jasad warga yang meninggal.
- Peserta
Peserta Siat Api adalah laki-laki dewasa warga Desa Adat Duda, tidak sedang dalam kondisi cuntaka serta dalam kondisi sehat.
- Kostum
Pakaian yang digunakan adalah pakaian sederhana ini pakaian yang mereka kenakan adalah pakaian adat ringan, dengan mengenakan saput bermotif poleng, namun tidak mengenakan baju atau telanjang dada, memakai ikat kepala juga berwarna poleng. Selain itu mereka menambahkan hiasan berupa contrengan di muka dan badan dengan warna hitam dan putih.
- Kelengkapan/properti
Properti yang digunakan berupa prakpak (obor) yang terbuat dari daun kelapa kering sebagai senjata utama dalam Siat Api.
- Musik pengiring
Dalam kegiatan ini agar lebih meriah dan bersemangat akan diiringi dengan gamelan balaganjur yang dibawa oleh masing-masing kelompok.
- Pelaksanaan
Siat Api dilaksanakan setelah warga Desa Adat Duda menyelesaikan rangkaian upacara Metabuhin serta Tektek Prus, baik di Pura Puseh dan di rumah masing-masing warga, yakni sekitar pukul 16.00 Wita. Prosesi Siat Api diawali dengan dilangsungkannya upacara di tengah Jembatan Tukad Sangsang. Upacara ini dipimpin oleh Jro Mangku Desa, diikuti oleh Prajuru Desa Adat dan para peserta Siat Api. Pelaksanaan upacara ini dimaksudkan untuk memohon keselamatan dan kelancaran pelaksanaan Siat Api. Adapun perangkat upacara ini cukup sederhana, berupa pejati, pecaruan, segehan agung berupa nasi wong-wongan, dan tirta. Siat Api dimulai, dimana masing-masing peserta telah memposisikan diri di sisi barat dan sisi timur Tukad Sangsang yang diatur sepenuhnya oleh pelerai atau wasit. Suasana menjadi lebih dramatis ketika para peserta mulai menyalakan prakpak sebagai sarana Siat Api, serta kondisi alam mulai gelap seiring dengan mulai tenggelamnya matahari di ufuk barat, dan pengunjung/penonton telah hadir beramai-ramai mendatangi tempat atraksi. Setelah semua peserta bersiap dengan prakpak yang telah dinyalakan, pelerai atau wasit mulai mengatur peserta untuk saling berhadapan dan saling memukulkan prakprak ke badan lawannya. Pada putaran pertama, pelerai mempersilakan masing-masing kelompok yang terdiri dari 3 sampai 5 orang untuk saling berhadapan dan memulai serangan dengan diiringi oleh gemuruh suara gamelan balaganjur yang dimainkan oleh sekaa teruna. Masing-masing peserta akan saling memukulkan prakpak ke tubuh lawannya sambil sesekali berteriak sebagai wujud semangat dan motivasi. Setelah sekitar 3 (tiga) sampai 5 (lima) menit, Siat Api dihentikan, untuk mengatur sesi/babak selanjutnya, serta untuk melihat kondisi para peserta yang telah melakukan Siat Api. Prosesi Siat Api ini berlangsung sekitar 3 (tiga) sampai 5 (lima) sesi/babak, dengan setiap sesi/babak dilakukan ricek terhadap para peserta oleh pelerai atau wasit. Setelah semua peserta mendapatkan giliran, maka atraksi Siat Api berakhir. Penutup dari prosesi Siat Api ini adalah dengan dilakukannya persembahyangan bersama di Pura Puseh Desa Adat Duda, diikuti oleh semua peserta Siat Api dan Prajuru Desa Adat yang dipimpin oleh Jro Mangku Desa. Persembahyangan ini sebagai wujud rasa syukur dan bhakti ke hadapan Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, bahwasanya Siat Api telah berlangsung dengan lancar tanpa suatu halangan, dan para peserta dalam kondisi sehat dan bugar sebagaimana sebelum Siat Api dimulai. Setelah persembahyangan selesai, Jro Mangku Desa memercikkan tirta kepada para peserta Siat Api, disusul dengan saling berjabat tangan dan berpelukan antara peserta yang menandakan bahwa di antara mereka tidak tersulut dendam dan mereka adalah sahabat, saudara, warga satu desa, yakni warga Desa Adat Duda yang selalu mendambakan kedamaian.
FUNGSI SIAT API:
- Fungsi manifest dari upacara Siat Api yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Adat Duda adalah fungsi upacara yang disadari atau merupakan tujuan utama masyarakat melaksanakan upacara tersebut, yaitu untuk menetralisir segala hal yang bersifat negatif yang ada di Desa Adat Duda, baik di lingkungan desa maupun di dalam keluarga
- Fungsi Latent, seperti kebersamaan, ekonomi, konversi, dan hiburan
MAKNA SIAT API:
- Makna historis
Sejarah dapat berarti proses historis, yakni rangkaian peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa silam dan membentuk suatu sejarah serta menjadi bahan ajaran di masa kini. Sejarah Siat Api terbentang panjang pada masyarakat Desa Adat Duda, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem. Makna sejarah pada Tradisi Siat Api terekam pada masa yang panjang selama ratusan tahun.
- Makna harmonisasi
Makna harmonisasi pada pelaksanaan Siat Api tampak pada prosesi awal yakni pelaksanaan Tektek Prus yang bermakna sebagai upacara tolak bala yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Adat Duda di lingkungan jalan raya, gang, di pura penyungsungan (pemujaan), pura keluarga atau klan (paibon, pemaksan, panti dll). Di Bali pelaksanaan tradisi tolak bala itu bukan merupakan tradisi pengusiran atau mengalahkan pihak lain, tetapi membuat harmoni makrokosmos maupun mikrokosmos menjadi netral atau kembali ke titik awal. Harmonisasi ini juga menunjukkan pelaksanaan Tri Hita Karana oleh masyarakat Desa Adat Duda.
- Makna Estetika dan Kreativitas
Makna estetika yang dimaksudkan pada konteks ini adalah suatu pranata budaya yang secara maknawi berperan untuk memberikan sentuhan rasa sebagai salah satu sarana untuk pemuasan kebutuhan manusia. Hal ini dapat dikatakan bahwa kebahagiaan tidak dapat dipisahkan dari keindahan (estetis). Makna estetika yang terdapat pada Siat Api
berkaitan dengan pakaian, riasan wajah para pelaku Siat Api serta fragmen tari sebelum pelaksaan Siat Api.
- Makna Identitas Budaya
Siat Api sebagai sebuah tradisi yang berasal dari Desa Adat Duda, terkait erat dengan khasanah kekayaan alam dan kondisi lingkungan yang membentuk budaya masyarakatnya. Hal ini bisa terlihat bahwa bahan-bahan yang digunakan untuk mendukung Siat Api merupakan bahan-bahan yang ada di wilayah Desa Adat Duda. Hal ini menjadikan Siat Api sebagai sebuah identitas yang melekat pada masyarakat Desa Adat Duda, karena Siat Api dikenal di wilayah Desa Adat Duda mempergunakan bahan-bahan lokal yang terdapat sekitar desa. Siat Api sebagai sebuah identitas budaya merefleksikan budaya asli Desa Adat Duda yang bersifat agraris.