Tari Baris Mamedi
Persebaran Tari Baris Mamedi ada di beberapa desa yaitu di Desa Tengkudak, Desa Jatiluwih, Desa Puluk-Puluk, dan Desa Pohgending, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.
Awal mula pementasan tari Baris Memedi dalam upacara ngaben dijelaskan bahwa ketika Kerajaan Tabanan diperintah oleh I Gusti Alit Dawuh dengan gelar Sri Magada Sakti sebagai Raja Tabanan ke XI, yang berkuasa sekitar tahun 1700 masehi, rakyatnya sangat tentram, dan wilayahnya sangat subur. Karena kesuburan wilayahnya akhirnya Panji Sakti Raja Buleleng ingin menguasai Tabanan. Panji Sakti akhirnya menyerang Tabanan. Serangan dimulai dari Pura luhur Batukaru. Pura dirusak oleh pasukan gowak I Gusti Panji Sakti. Mendengar hal tersebut akhirnya Raja Tabanan membunyikan kentongan yang bernama Tan Kober. Rakyat Tabanan menuju ke utara (Batukaru) menyerang Pasukan Panji Sakti. Pasukan rakyat ini dipimpin I Gusti Kasunaran yang berkedudukan di Sunantaya. Secara gaib muncul lebah besar-besar (nyawan dinding ai) dan menyerang secara tiba-tiba pasukan Panji Sakti, sehingga mereka lari tunggang langgang. Akibat peperangan tersebut prajurit ke dua belah pihak banyak yang meninggal termasuk I Gusti Kasunaran. Kondisi pura menjadi rusak parah tinggal puing-puingnya saja. Palinggih Meru dihancurkan dan ditenggelamkan. Meru tersebut sampai sekarang disebut dengan istilah Meru Keleb. Melihat kondisi ini akhirnya Raja Tabanan memerintahkan Kebayan Wongaya untuk melakukan perbaikan pura dan segera melakukan upacara. Dari bukti bangunan sejarah berupa palinggih di utama mandala berupa palinggih candi, meru dan beberapa pedarman seperti pedarman Raja Tabanan, pedarman Raja Badung dan pedarman Gusti Kasunaran dari Sunantaya. Ketika dilakukan upacara pamelaspas, sarana upacara yang digunakan dalam rangkaian upacara banyak yang hilang, sehingga upacara tidak bisa dilangsungkan. Atas kejadian ini masyarakat pengempon pura banyak yang kerawuhan (trance) dan memberikan petunjuk agar melaksanakan upacara pembersihan di lingkungan pura dan melaksanakan upacara ngaben untuk para prajurit yang meninggal di areal pura ketika diserang Panji Sakti. Dalam pelaksanaan upacara ngaben agar dipentaskan tari Baris Mamedi untuk menetralisasi alam lingkungan. Selanjutnya setiap warga masyarakat melakukan upacara ngaben gede (utama) wajib mementaskan tari Baris Mamedi.
Tradisi ngaben dengan pementasan tari Baris Mamedi, di samping memiliki makna religi untuk kedamaian dan kesejahtraan masyarakat pendukungnya. Makna sosial tari Baris Mamedi dalam upacara ngaben merupakan sebuah aset budaya spiritual. Prosesi pementasan tari Baris Mamedi di Desa Pakraman Jatiluwih, Desa Pakraman Pohgending, Desa Pakraman Tengkudak dan Desa Pakraman Puluk-Puluk, dasar pelaksanaannya adalah sebuah kesepakatan dari masyarakat pendukung upacara, bahwa pementasan tari Baris Mamedi sebagai simbol upacara ngaben gede (utama). Ditinjau dari struktur pementasan tari Baris Mamedi merupakan sebuah prosesi yang meliputi persiapan, puncak kegiatan dan bagian akhir pementasan atau penutup. Ketiga bagian itu merupakan sebuah bentuk pementasan yang berjalan secara simultan hingga terlaksana pementasan secara keseluruhan. Persiapan awal yang dimaksudkan adalah upacara mamungkah di kuburan untuk mengundang para mamedi untuk ikut menari. Puncak pementasan dilaksanakan di depan rumah penyelenggara upacara ngaben, sedangkan penutup dilaksanakan di kuburan dengan upacara pangelukatan kepada para penari dan dilanjutkan dengan upacara mapralina pukul 24.00.
Banten yang digunakan dalam rangkaian pementasan tari Baris Mamedi, merupakan persembahan dibuat dari berbagai sarana, dengan sentuhan-sentuhan estetis. Banten yang terdiri dari berbagai bentuk seperti jejaitan, reringgitan, dan tetuwasan merupakan simbol ketetapan dan kelanggengan pikiran, sedangkan beraneka bunga yang digunakan merupakan simbol ketulusan hati serta berbagai plawa yang dipakai merupakan simbol ketenangan pikiran.
Pementasan tari Baris Mamedi diawali dengan upacara mamungkah, yaitu ritual untuk mengundang roh para mamedi agar masuk ke tubuh para penari Baris Mamedi. Upacara mamungkah di masing-masing desa pakraman dipercayakan kepada orang yang memiliki kemampuan khusus untuk mengundang roh Mamedi dan menjaga keamanan semua penari agar tidak diganggu oleh roh-roh jahat atau hal-hal yang negatif. Upacara ini dilakukan di kuburan kecuali di Desa Pakraman Tengkudak dilakukan di sebuah tempat yang disebut Telugtug Agung yaitu tempat pemukiman para Mamedi.
Sebelum pementasan dimulai, prosesi diawali dengan upacara mesakap-sakapan dan upacara mepedeeng. Setelah upacara mesakap-sakapan dan upacara mepedeeng selesai, adegan sekah kembali ditempatkan di bale pasukadukaan, dilanjutkan dengan pementasan tari Baris Mamedi. Pementasan bermula dari kuburan menuju tempat upacara, mengikuti dari belakang prosesi pamuspan dan mapedeeng. Para penari tari Baris Mamedi menari di sepanjang jalan menuju tempat upacara di depan bade. Pementasan dilakukan pada sore hari sekitar pukul 17.00 sampai pukul 18.00 (sandikala).
Secara umum seni pertunjukan tradisional mempunyai beberapa fungsi di antaranya : fungsi ritual, pendidikan, sosial, estetis dan hiburan. Tari Baris Mamedi, berfungsi sebagai tari penyelenggara pitra yadnya (ngaben). Tari Baris Mamedi tergolong tari wali yang sakral, dalam pementasannya memperlihatkan unsur-unsur seni tari dan unsur-unsur spiritual. Dalam konteks teori estetika Hindu Bali, maka transformasi nilai seni keagamaan akan sampai pada kepuasan estetik jika telah terjadi keselarasan antara irama, gamelan, penokohan, penghayatan, ekspresi, dan dialog. Sebagai pragina Bali penghayatan atas kekuatan taksu pragina dilakukan oleh pragina melalui ritual upacara dari mereka akan memulai pentas sampai pada akhir pentas dengan konsep tiga wisesa, yakni satyam, siwam, sundaram; sebuah keindahan yang suci (penghayatan kepada Sang Pencipta), Ketiga konsep tersebut merupakan totalitas estetik yang menyentuh aspek sekala niskala (fisik - metafisik).
Pementasan tari Baris Mamedi dalam upacara ngaben di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, merupakan peristiwa keagamaan multidimensional dengan makna ganda yang berfungsi sebagai sarana upacara (ritual), sebagai hiburan yang bersifat estetis, dan sebagai media pendidikan. Pementasan tari Baris Mamedi mengandung beberapa makna, yaitu, makna religius magis, simbolik, teologis, estetis ekonomis, pelestarian, dan identitas.
Kesenian sebagai bagian dari kebudayaan selalu bermula dari agama yaitu dari rasa religius manusia. Sebagaimana seni tari yang mula-mula tercipta untuk kepentingan ritual yang erat kaitannya dengan religi. Karya seni merupakan sarana dan wujud ekspresi manusia dalam mengungkapkan perasaan “Ketuhanan” yang dinamis sekaligus sebagai rangsangan untuk memaknai kehidupan manusia dengan ciri kemanusiaannya sebagai makhluk yang berdimensi vertikal maupun horizontal. Religiusitas yang bersifat imanen memberikan pengalaman batiniah yang sangat personal sehingga nilai estetik dapat menimbulkan kristalisasi bagi masyarakat pendukungnya.
Tari Baris Mamedi dalam upacara ngaben di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, terikat dengan konsep kesucian, kebenaran dan konsep keseimbangan yang tercermin dalam estetika Hindu. Estetika Hindu pada prinsipnya sebagai cara pandang mengenai rasa keindahan (lango), yang diikat oleh nilai-nilai agama Hindu yang didasarkan atas ajaran-ajaran kitab suci Weda. Ada beberapa konsep yang menjadi landasan pokok dan dianggap penting dalam estetika Hindu adalah seperti konsep kesucian (shivam), konsep kebenaran (satyam), dan konsep keindahan (sundharam).
Temuan penelitian ini meliputi: Pertama, tari Baris Mamedi sebagai wujud tari kepahlawanan, pengawal Sanghyang Panca Durga di Setra Gandamayu, setelah melalui proses upacara nyomya statusnya berubah menjadi Widyadara dalam wujud Tirtha Siwa untuk mengantarkan roh orang yang diupacarai menuju sorga. Gamelan yang mengiringinya berupa Gong Kebyar. Kedua, tari Baris Mamedi sebagai sebuah identitas ngaben gede yang menunjukkan status sosial masyarakat penyelenggara upacara ngaben. Ketiga, tari Baris Mamedi di Desa Pakraman Pohgending juga disebut tari Baris Katujeng. Keempat, tari Baris Mamedi dalam pementasannya selalu berhubungan dengan alam gaib melalui proses sakralisasi penari dan sarana yang digunakan dalam penentasan, dilakukan di kuburan melalui upacara mamungkah. Kelima, punahnya tari Baris Mamedi di beberapa Desa Pakraman di Kecamatan Penebel akibat adanya perubahan sistem ngaben yang dilakukan oleh krama adat, dari ngaben niri menjadi ngaben masal dengan tingkat upacara ngaben madya. Simpulan penelitian ini meliputi:
1). Bentuk Pementasan tari Baris Mamedi dalam upacara ngaben di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, diawali dari upacara mamungkah yaitu upacara mengundang roh mamedi dan menyakralkan sarana penunjang pentas yang digunakan oleh para penari. Jumlah penarinya antara lima orang sampai sembilan orang dan semua penarinya adalah laki-laki. Sarana yang digunakan berupa kelatkat sebagai simbol padma senjata Dewa Siwa, tombak menyerupai palus yang terbuat dari ketugtug sejenis lengkuas, juga merupakan manifestasi kekuatan Dewa Siwa. Tempat pentas di jalanan dengan iringan gong kebyar. Kostum berupa dedaunan dari keraras dan ranting kayu yang diambil di sekitar kuburan.
2). Fungsi pementasan tari Baris Mamedi dalam upacara ngaben di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, terdiri dari fungsi ritual, estetis, dan sosial. Baris Mamedi sebagai sebuah identitas budaya agama dalam upacara keagamaan di Kecamatan Penebel, yang mengukuhkan sikap religius, saling menghargai dan memberi warna tersediri terhadap upacara keagamaan di Bali. Tari Baris Mamedi di Kecamatan Penebel telah menjadi bagian dari fakta kesenian ritual Bali, dan memiliki nilai-nilai budaya Bali sebagai pancaran jiwa masyarakat pendukungnya. Dalam pendekatan kultural, seni ritual seharusnya dipandang sebagai salah satu kekuatan sosial budaya yang dapat hidup bersama-sama dan menunjang pranata-pranata sosial demi kedamaian masyarakat. Seni memiliki keterkaitan dengan fungsi sosial. Berkaitan dengan tipologi fungsi sosial, hampir semua karya seni yang memiliki ciri khas atau ciri tipologis yaitu beberapa komponennya integral dengan filsafat hidup dan norma-norma sosial yang dianutnya. Pementasan tari Baris Mamedi sangat terkait dengan aspek sosial religius kultural masyarakat pendukungnya. Dalam fungsinya sebagai tari ritual, tari Baris Mamedi memiliki berbagai macam simbol yang bernilai ritual, seperti pada atribut yang digunakan dalam pementasan. Tari Baris Mamedi sebagai karya atau hasil simbolisasi manusia merupakan sesuatu yang misterius. Pelembagaan kesenian tradisional seperti tari Baris Mamedi di Kecamatan Penebel, di bawah naungan desa adat yang tergolong kesenian rakyat atau folk arts. Tari Baris Mamedi sebagai tari rakyat yang sakral yang hidup dalam pola pelembagaan ritual. Pola pelembagaan kesenian ritual itu sesungguhnya masih mewarisi budaya primitif yang bersifat mistis maupun magis.
3). Makna pementasan tari Baris Mamedi dalam upacara ngaben di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan meliputi makna religius. budaya, dan ekonomi. Makna religius terdiri dari magis, simbolis dan teologis. Adapun makna budaya meliputi penguatan tradisi, pelestarian, dan identitas. Pelaksanaan pementasan sangat terikat oleh tahapan-tahapan upacara yang merupakan rangkaian upacara ngaben tersebut.
Upaya Pelestarian Karya Budaya
Pertama, masyarakat pendukung tari Baris Mamedi di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, agar senantiasa menjaga dan melestarikan tarian tersebut sebagai sebuah identitas dengan berpijak pada tataran filsafat serta etika agama yang tercantum dalam sastra agama. Masyarakat pendukung tari Baris Mamedi juga diharapkan memahami makna di balik pementasannya terkait dengan upacara ngaben. Dengan pijakan seperti itu, maka pelaksanaan tradisi ritual bisa menjadi sebuah tuntunan moral berdasarkan sradha bhakti yang dijiwai oleh roh agama Hindu. Hal ini menghindari pelaksanaan upacara yang bersifat hura-hura tanpa makna yang jelas di luar koridor Agama Hindu.
Kedua, untuk melestarikan keberadaan tari Baris Mamedi, maka disarankan bagi masyarakat pendukungnya dalam pelaksanaan upacara ngaben apa pun jenisnya apakah ngaben niri atau ngaben masal diharapkan untuk tetap mementaskan tari Baris Mamedi. Masyarakat penyelenggara agar menghindari kegiatan yang bersifat hura-hura yang dapat melemahkan nilai-nilai spiritualitas dari pementasan itu sendiri. Laksanakan pementasan tari Baris Mamedi sebagai peristiwa ritual agama, sehingga menjadi sarana kesadaran kolektif dan sebagai wadah kesatuan warga masyarakat pendukungnya. Dengan demikian pementasan ini dapat berfungsi sebagai jalan menciptakan ikatan sosial, membina kerukunan dan kekeluargaan, serta meningkatkan kekerabatan, dan memperdalam keimanan di antara masyarakat pendukung.