Tradisi Malukat
1. Definisi Malukat
Malukat merupakan salah satu tradisi umat agama Hindu di Bali. Malukat adalah bahasa bahasa Bali yang berasal dari kata ‘lukat’ mendapat prefiks (awalan) „ma‟. Kata ‘lukat’ artinya ruwat, ngĕlukat artinya meruwat, melepaskan. Meruwat artinya melepaskan seseorang dari nasib buruk dengan upacara tertentu. Malukat adalah salah sarana yang diyakini untuk pembersihan diri dari hal negatif. Malukat adalah tradisi membersihkan diri secara spiritual menurut agama Hindu. Air yang digunakan untuk malukat merupakan air suci dan proses rangkaian malukat tidak boleh di sembarangan tempat. Malukat dapat diartikan melakukan suatu pekerjaan untuk melepaskan sesuatu yang melekat dinilai kurang baik melalui upacara keagamaan secara lahir dan batin. Malukat adalah upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia. Upacara ritual malukat dilakukan secara turun-temurun oleh umat Hindu di Bali bahkan di Indonesia hingga saat ini. Penyucian secara rohani artinya menghilangkan pengaruh kotor/klesa dalam diri. Malukat menjadi salah satu ciri khas spiritualisme Hindu, yang telah ada sejak jaman dahulu. Upacara malukat adalah salah satu usaha berlandaskan keyakinan manusia khususnya umat Hndu di Bali untuk membersihkan dan menyucikan dirinya sebelum mendekatkan diri pada yang suci yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan para dewatā manifestasinya. Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber kesucian, asal dan kembalinya alam semesta beserta isinya (sangkan paraning dumadi). Kesucian perbuatan, perkataan dan pikiran sangat diperlukan untuk dapat mendekatkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan para dewatā manifestasi-Nya, termasuk juga kepada leluhur. Dalam Rgveda X.137.6, disebutkan sebagai berikut: Terjemahannya: Air adalah merupakan obat, air dapat mengusir segalam macam penyakit, air juga dapat menyebuhkan segala macam penyakit (Titib, 1996:564). Berdasarkan kutipan tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa air adalah kebutuhan vital dalam alam semesta dengan segala makhluk hidupnya. Air disamping sebagai penghilang haus dahaga namun air juga sebagai penyembuh dan pelenyap segala macam penyakit. Air juga dapat membersihkan dan menyucikan badan kasar (stula sarira) dan badan halus (suksma sarira) manusia. Dalam kitab Manawa Dharmaśāstra Adhyaya V. śloka 109 tentang air disebutkan sebagai berikut: Terjemahannya: Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, jiwa manusia dengan pelajaran suci dan tapa brata, akal kecerdasan dibersihkan dengan kebijaksanaan (Pudja dan Sudharta Tjok, 1996: 311). Beradasarkan kutipan Manawa Dharmaśātra tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa malukat menggunakan sarana air untuk pembersihan tubuh secara lahir (sekala), sedangkan untuk sarana penyucian menggunakan air yang telah disucikan (tirtha panglukatan). Tirtha panglukatan adalah air yang telah disucikan yang dimohonkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa pemimpin upacara (Pandita atau Pinandita) melalui doa, puja dan mantram dengan diikuti oleh orang yang sedang melaksanakan upacara ritual malukat. Berdasarkan uraian tersebut di atas bahwa dapat disimpulkan bahwa Malukat adalah suatu upacara ritual penyucian diri dengan menggunakan sarana air yang diyakini memiliki aura kesucian. Air tersebut bisa berasal dari sumber mata air (kelebutan), pancuran, danau, laut (sagara) dan sumber air yang lain diyakini memiliki vibrasi kesucian yang dapat menyucikan pikiran, perkataan dan perbuatan manusia atau umat Hindu di Bali. Malukat dapat dilakukan pada hari-hari tertentu seperti Purnama, Tilem dan hari-hari lainnya yang disepakati. Tradisi Malukat sudah ada di Bali sejak nenek moyang dan terus dilestarikan hingga sekarang.
2. Prosesi dan Tempat Malukat
Malukat merupakan kegiatan umat Hindu dalam menyucikan pikiran dan diri secara niskala. Malukat biasanya di adakan setelah sehari atau sebelum Hari Raya Purnama, Tilem, pada Ngembak Geni sehari setelah perayaan Nyepi, setelah perayaan Saraswati, Banyu Pinaruh, dan hari-hari lainnya yang disepakati. Ada beberapa tempat malukat umat Hindu di Bali seperti pura, geria (tempat Pandita/Sulunggih), tempat suci lainnya, sumber mata air, danau, laut (sagara) dan juga ada di hutan (alas/wana). Ada juga malukat di rumah sendiri, yaitu di depan Sanggah Kemulan, di depan dapur dan lain-lain. Prosesi malukat pada umumnya disertai dengan upakara-upacara (banten) tertentu sesuai dengan jenis dan tingkatan malukat itu. Secara umum malukat menurut ajaran agama Hindu di Bali disertai dengan canang sari. Upakara (banten) yang dipersembahkan yang dipergunakan biasanya berupa banten pejati, namun jenis banten yang lebih spesifik biasanya disesuaikan dengan jenis prosesi malukat yang dilakukan. Masyarakat Bali yang akan melakukan jenis upacara malukat tertentu, biasanya akan memohon petunjuk kepada pendeta (sulinggih/pedanda) mengenai waktu, jenis sesajen (upakara/banten) serta sarana lainnya. Biasanya Sulinggih/Pedanda akan memberikan petunjuk berdasarkan hari dan wuku kelahiran sesuai dengan apa yang tersurat di lontar. Air disamping sebagai sarana malukat, air merupakan sarana yajña yang penting. Ada dua jenis air yang dipakai dalam yajña, yaitu air untuk membersihkan tubuh dan anggota tubuh, serta air yang disucikan disebut tirtha. Tirtha juga ada dua jenis, yaitu tirtha yang didapat dengan memohon kepada Bhatara Śiwa (Tuhan Yang Maha Esa). Kemudian tirtha yang dibuat oleh Pandita/Sulinggih di Bali dengan disertai puja mantra dan sarana upacara (banten) tertentu. Tirtha diyakini berfungsi untuk membersihkan kekotoran, kecemaran dan kesucian pikiran. Adapun pemakaian tirtha adalah dengan dipercikkan di kepala, diminum, dan diusapkan di muka, sebagai simbolis pembersihan bayu, sabda, dan idep. Prosesi ini dilakukan setelah melaksanakan persembahyangan di suatu pura atau tempat suci lainnya. Tempat yang baik untuk malukat paling sedikit ada tiga tempat yaitu: (1) melaksanakan malukat pada kelepusan (sumber mata air) seperti pada air pancuran sudhamala, pancuran solas, tirtha empul dan yang lainnya. (2) melaksanakan prosesi malukat pada campuhan (pertemuan dua sumber mata air atau lebih). (3) melaksanakan prosesi malukat dengan air laut (toyan sagara). Selain tempat tersebut di atas ada beberapa tempat malukat yang sering dikunjungi oleh umat dan masyarakat Hindu di Bali, yaitu : Pura Tirtha Empul, Pura Tirtha Mangening, Pancoran Tirtha Sudamala, Pura Luhur Tamba Waras, Pura Campuhan Windhu Segara, Pengelukatan Pancoran Solas. Pancoran Pitu di Kapal, Air Terjun desa Sebatu dan Yeh Masem Karangasem. Tempat-tempat tersebut selain diyakini memiliki aura magis dan kesucian.
3. Bentuk/Jenis Malukat
Kelahiran manusia dipengaruhi dengan sifat-sifat triguna; yaitu: satwam (tenang, tulus, bijaksana), rajas (energik, agresif dan ambisius) dan tamas (pasif, malas dan lamban). Perilaku dan sifat-sifat manusia juga dipengaruhi oleh Sad Ripu (enam musuh) utama yang ada di dalam diri manusia itu sendiri. Pengaruh sad ripu terhadap manusia sangat besar dan sangat membahayakan karena kemanapun manusia pergi atau bersembunyi selalu menyertai dan sewaktu-waktu kalau kita lengah dapat mencelakakan kita. Adapun bagian-bagian sad ripu adalah: 1) Kāma artinya hawa nafsu atau keinginan yang negatif (keinginan yang tidak terkendali). 2) Lobha artinya loba, tamak, rakus (gelah anak, gelah aku/ milik orang, milikku). 3) Krodha artinya kemarahan, kebencian, emosi. 4) Moha artinya kegusaran atau kebingungan, tidak tahu jalan yang benar. 5) Mada artinya kemabukan, tidak dapat mengontrol diri. 6) Matsarya artinya irihati, atau dengki, iri melihat orang berbahagia dan senang melihat orang menderita. Menurut ajaran agama Hindu di Bali atau Indonesia semua sifat-sifat yang termasuk dalam sad ripu tersebut di atas dapat dikendalikan dan diharmoniskan dalam diri manusi salah satunya dengan Malukat. Penyucian dengan mengaliri air amertha yang mengandung aura ketenangan dan kesucian yang menetralkan kotoran ketidakseimbangan dalam diri manusia. Malukat merupakan salah satu usaha untuk membersihkan dan menyucikan diri agar dapat mendekatkan diri pada yang suci yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan manifestasiNya. Dengan melakukan malukat diharapkan segala hal-hal yang bersifat kotor atau negatif, baik secara jasmani maupun rohani, dapat kembali bersih dan suci. Pembersihan diri ini juga mempersiapkan umat manusia untuk memulai kehidupan baru yang lebih baik di masa selanjutnya. Malukat jika ditinjau dari jenisnya, upacara ritual (banten) yang digunakan dan tujuannya dapat dibedakan menjadi 7 (tujuh), yaitu: 1. Malukat Astupungku, 2. Malukat Gni Ngelayang, 3. Malukat Gomana, 4. Malukat Surya Gomana, 5. Malukat Semarabeda, 6. Malukat Prabhu, 7. Malukat Nawa Ratna.
4. Fungsi Malukat
Secara umum, malukat merupakan upacara manusia yadnya yang berfungsi untuk meayu-ayuning sarira (membersihkan dan menyucikan tubuh). Berdasarkan jenis/bentuk malukat di atas, masing-masing jenis malukat memiliki fungsi tersendiri, yaitu: 1) Malukat Astupungku yaitu malukat diyakini untuk membersihkan dan menyucikan malapetaka seseorang yang diakibatkan oleh pengaruh hari kelahiran dan Triguna, yaitu satwam, rajas dan tamas, yang tidak seimbang dalam dirinya. 2) Malukat Gni Ngelayang, yaitu malukat yang diyakini berfungsi untuk pengobatan dan : a. Adhyātmika, adalah penyakit yang penyebabnya berasal dari dirinya sendiri disebabkan oleh pikiran atau psikologis dan ketidakseimbangan pada dirinya. b. Adhidaiwika, yaitu penyakit yang penyebabnya berasal dari pengaruh lingkungan luar, seperti pengaruh musim, gangguan niskala/supranatural (bebai, gering agung, gangguan dari kekuatan gaib). c. Adhibautika, yaitu penyakit yang disebabkan oleh benda tajam, gigitan binatang, virus, bakteri, kuman, kecelakaan sehingga menimbulkan luka atau sakit, dan lain-lain. 3) Malukat Gomana, yaitu malukat yang diyakini berfungsi untuk penebusan hari kelahiran atau pĕnebusan oton, oton yang diakibatkan oleh pengaruh yang bernilai buruk dari Wewaran dan Wuku, seperti sesorang yang lahir pada wuku-wuku tertentu seperti wuku Wayang. 4) Malukat Surya Gomana, yaitu malukat yang diyakini berfungsi untuk melepaskan noda dan kotoran yang ada pada diri bayi. Malukat Surya Gomana dilaksanakan pada upacara Mĕpĕtik, Nyambutin, Tutug Tigang Sasih, Nĕlu Bulanain, saat bayi berumur 3 bulan (105) hari, yaitu pada upacara tiga bulanan atau Nelu Bulanin. 5) Malukat Semarabeda, yaitu malukat yang diyakini berfungsi untuk menyucikan Sang Kama Jaya dan Sang Kama Ratih dari segala noda dan mala pada upacara Pawiwahan (Perkawinan). Malukat Semarabeda berfungsi untuk membersihkan lahir batin terhadap kedua mempelai terutama terhadap sukla swanita, yaitu sel benih pria dan sel benih wanita agar menjadi janin yang suputra. 6) Malukat Prabhu, yaitu malukat yang diyakini berfungsi untuk memohonkan para pemimpin agar kelak dalam melaksanakan tugasnya mendapatkan kejayaan dan kemakmuran. Malukat Prabu sering disebut majaya-jaya, dan biasanya dilakukan sebelum pelantikan pejabat/pemimpin. 7) Malukat Nawa Ratna, yaitu malukat yang diyakini mempunyai fungsi yang sama dengan Malukat Prabhu. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Malukat Nawa Ratna dianggap mampu membersihkan diri dari segala keluhan yang dilakukan bertepatan dengan hari suci.
5. Makna Malukat bagi Masyarakat Bali
Upacara malukat merupakan salah satu usaha untuk membersihkan dan menyucikan diri pribadi agar dapat mendekatkan diri pada yang suci yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang tak lain merupakan tujuan akhir dari pada kehidupan manusia. Ida Sang Hyang Widhi Wasa adalah sumber kesucian. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya kesucian dalam diri untuk dapat mendekatkan diri dengan yang Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan manifestasiNya. Untuk mencapai kesucian tersebut salah satu upacayanya adalah dengan malukat. Dalam Rgveda X.17.10 disebutkan sebagai berikut. Terjemahannya: Semoga air yang suci yang abadi, memurnikan kami, semoga penguasa air yang mencurahkannya, memurnikan kami, karena air suci ini menghancurkan semua dosa dan kekotoran, keluar dari mereka aku tersucikan sampai ke surga. Berdasarkan kutipan mantra Rgveda tersebut di atas maka dapat dijelaskan bahwa air suci yang merupakan berkah dari alam semesta ini, menyucikan diri serta pikiran, sehingga bercahaya dan gemerlap serta melenyapkan segala kotoran dan memperoleh kesucian. Secara simbolis air dipandang sebagai wujud dari dewa Wisnu, salah satu manifestasi Tuhan yang berfungsi sebagai pemelihara. Air tidak hanya sebagai simbol, namun air memang benar-benar sebagai sumber kehidupan. Oleh karena itu, Malukat diyakini memiliki kekuatan atau power dan memberikan efek positif, serta membangkitkan energi untuk menyucikan diri.
Upaya Pelestarian Karya Budaya
Dewasa ini tradisi malukat mulai dilakukan dan diyakini banyak orang, tidak saja dilakukan oleh masyarakat Bali, tetapi juga dilakukan oleh masyarakat lainnya, terutama para wisatawan baik domestik maupun mancanegara, umat Hindu juga dari non Hindu. Tradisi malukat semakin populer seiring gencarnya promosi wisata di provinsi Bali, dan banyaknya wisatawan yang mengikuti upacara malukat tersebut.
Kini malukat telah menjadi laku hidup di Bali. Masyarakat Bali maupun wisatawan lokal dan internasional melakukannya sebagai bagian dari wisata spiritual. Mereka umumnya ingin memperoleh manfaat pembersihan diri baik fisik maupun spiritual.