Tradisi Mengarak Sokok Desa Pegayaman
Desa Pegayaman merupakan salah satu desa yang ada di wilayah Kabupaten Buleleng, serta mayoritas penduduknya beragama Islam. Berbagai perayaan hari raya Islam dilaksanakan sepanjang tahun. Dari beberapa hari raya tersebut, Hari Raya Maulud Nabi yang jatuh pada 12 R diabi’ul Awal dirayakan secara besar-besaran. Lebih besar dibandingkan dengan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Masyarakat Pegayaman dirantau pun biasanya lebih mementingkan untuk pulang di hari raya Maulud dibandingkan dengan hari raya lainnya. Sebelum masuk ke peringatan Maulud Nabi, terdapat satu tradisi di hari Rabu terakhir di bulan shafar yaitu membuat ketupat di masing-masing rumah sebagai simbol keselamatan keluarga. Setelah membuat ketupat mereka pergi mandi ke sungai atau ke mata air bersama keluarga. Tradisi ini dilaksanakan pada sore hari setelah makan siang. Usai mandi dan menikmati ketupat kembali ke rumah masing-masing. Tradisi shafar ini dipercaya oleh masyarakat untuk menghilangkan penyakit. Tradisi shafar dilaksanakan di beberapa tempat di desa yang menjadi sumber air seperti di sungai Silang Jana, Yeh Mumbul, Yeh Buwus, Tukad (Sungai) lebah dan di dam Paica.
Persiapan perayaan hari raya Maulud Nabi sudah dimulai sejak satu bulan sebelumnya dengan dilakukannya pembentukan panitia peringatan hari Raya Maulud. Pada tanggal 1-12 Rabi’ul Awal diselenggarakan berbagai jenis lomba membaca Al Quran untuk tingkat TKSMA. Dilaksanakan di sekolah-sekolah pada sore hari dan pada hari minggu dilaksanakan pada pagi hari. Pada tanggal 1-7 Maulud juga dilaksanakan Asrokolan /Ngewirid yang dilakukan oleh kelompok wirid secara bergantian Acara diselenggarakan di masjid pada malam hari pukul 21.00-selesai. Pada tanggal 7 malam kedelapan disebut juga dengan Mauludan akutus masyarakat membuat sokok (Sokok berasal dari kata Soko Guru).
Sokok yang dibuat ada 3 jenis yaitu sokok base/sosok pajegan, sokok taluh dan sokok kreasi. Sokok dibuat oleh perorangan. Saat Mauludan akutus jumlah sokok tidak banyak. Hanya sekitar 30 sokok saja. Sokok-sokok ini diarak (diambil) oleh Sekaa Hadrah sekitar pukul 6 sore dan langsung dibawa ke masjid. Masyarakat berkumpul di masjid untuk melakukan sholat magrib dan membaca Al Barzanji, setelah itu sokok dibagikan kepada masyarakat. Pada pelaksanaan Tanggal 9 Rabi’ul Awal merupakan penapean (H-3) dimana masyarakat membuat tape yang akan dinikmati saat hari raya. Penapean dilaksanakan di masing-masing rumah. Demikian juga saat Penyajaan (membuat jajan pada H-2 Maulud) Saat penyajaan di masjid dilakukan Tablig dengan mengundang penceramah dari luar desa. Untuk penampahan (H-1) dilakukan pemotongan 1-3 ekor sapi di rumah penghulu. Masyarakat juga menyumbangkan kambing untuk disembelih, demikian juga dengan bahan pangan lainnya. Untuk acara maulud ini masyarakat dikenakan sumbangan wajib dan dipungut oleh panitia yang sudah ditunjuk. Ibu-ibu warga desa bersama istri penghulu desa masak bersama di rumah penghulu. Masakan tersebut akan dinikmati oleh seluruh masyarakat dan undangan saat acara Maulud Nabi. Persiapan memasak telah dilakukan sejak penapean. Sementara Ibu-ibu memasak di rumah penghulu pada tanggal 11 Rabi’ul Awal, Burdah menghibur Ibu-ibu pada malam harinya hingga subuh. Sekaa (kelompok) Burdah mengambil posisi di mushola didepan rumah penghulu.
Ruang budaya saat itu berada di rumah penghulu dan mushola. Tanggal 11 Maulud masyarakat juga mempersiapkan Sokok Base yang akan diarak (diambil) pada tanggal 12. Sokok base ini sangat khas karena hanya dijumpai di Desa Pegayaman. Sebagai dasar dari sokok menggunakan dulang sebagai alas. Dulang adalah wadah persembahan yang lazim dipergunakan oleh umat hindu bali. Komponen wajib yang ada di sokok base. Tanggal 12 Rabi’Ul Awal yang merupakan Hari Raya Maulud dilaksanakan Ngarak Sokok Base.
Pagi harinya sebelum mulai menjalankan tugas mengarak sokok pada pukul 7 pagi, keenam kelompok hadrah tersebut dilepas di rumah penghulu. Pada pukul 08.00-12.00 wita sokok base diarak (diambil) oleh sekaa hadrah di rumah masing-masing pemilik sokok dan kemudian oleh orang yang sudah ditugaskan oleh pemilik, sokok tersebut di bawa ke masjid. Hari itu tidak dilakukan pawai. Wilayah pengambilan sokok dibagi menjadi enam atau 5 wilayah yang artinya ada enam atau lima kelompok hadrah yang bertugas. Masing-masing koordinator sekaa hadrah memegang daftar yang akan diarak sokoknya. Pembagian wilayah pengambilan sokok tidak bermanen. Tergantung jumlah sokok base dan sebaran wilayah pengambilan sokoknya. Pembagian wilayahnya seperti pada perbedaan warna pada peta di bawah. Disetiap rumah yang didatangi oleh sekaa hadrah, apabila pekarangannya cukup luas, maka sekaa hadrah menari di pekarangan, tetapi bila tidak ada tempat yang memadai, maka jalan menjadi pilihan. Usai Sekaa hadrah menari maka pemilik rumah akan melemparkan uang ke kerumunan anak-anak yang sudah menunggu. Sementara sekaa hadrah mengarak sokok base, di masjid dilaksanakan zikir maulud. Usai sekaa hadrah mengarak sokok semuanya berkumpul di masjid. Sokok Base dibagian kepada masyarakat bersama nasi yang sudah dipersiapkan oleh ibu-ibu. Pada hari ini ruang budaya yang tercipta adalah di rumah penghulu masjid-ruas jalan di desa.
Walaupun 12 Rabi’ul awal merupakan Hari Raya Maulud, tetapi bagi Masyarakat Desa Pegayaman, puncak acara ada di satu hari setelah maulud yang disebut Mauludan Sokok. Hari itu Sokok Taluh dan Sokok Kreasi diarak (diambil) oleh sekaa hadrah di pagi hari. Sekaa hadrah dibagi menjadi 5 kelompok wilayah pengambilan. Sokok-sokok sudah dinilai sebelumnya sehingga sudah dipilih sokok mana yang akan mengikuti pawai, dibawa ke masjid atau di bawa ke panggung depan kantor desa. Pagi hari sebelum berpencar sekaa hadrah berkumpul di rumah bapak penghulu dan melakukan arak-arakan. Ngarak sokok dimulai dari pukul 08.00 -13.00 dari mulai lokasi terjauh ke pusat desa agar apabila terjadi keterlambatan salah satu sekaa hadrah yang lain bisa membantu. Setelah mengarak selesai maka sekaa hadrah kembali ke rumah penghulu untuk istirahat dan makan. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan pawai seluruh sokok. Pawai ini diikuti oleh seluruh masyarakat.
Di bagian depan barisan adalah tetua desa yang melantunkan zikir maulud yang diikuti oleh anak-anak sekolah, sekaaa hadrah, burdah dan orkemas yang ada di Desa Pegayaman serta sokok taluh dan sokok kreasi. Selesai pawai mereka kembali ke masjid untuk menerima pembagian sokok. Sekaa Burdah bertugas sejak pukul 9 pagi hingga jam 11 siang di mushola di depan rumah bapak penghulu, kemudian tampil di panggung di depan kantor desa untuk menghibur tamu undangan yang datang. Tanggal 14-16 disebut dengan Manis Maulud. Anak-anak melakukan atraksi pencak silat. Acaranya biasanya dilakukan di depan masjid, di depan kantor Desa atau di rumah bapak penghulu sesuai permintaan. Acara dilakukan pada pukul 15.00-17.00 wita. Untuk melengkapi acara masyarakat atau pun panitia membuat 1 sokok taluh yang nantinya akan dibagikan dibagikan kepada peserta acara.
Keberadaan Tradisi Mengarak Sokok menunjukkan adanya akulturasi budaya antara Agama Islam dan Hindu Bali. Semangat toleransi dan kebersamaan sangat jelas terlihat pada prosesi pembuatan dan pengarakan sokok. Melihat fungsi sosial yang dapat mempersatukan warga tersebut kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan bahwa tradisi mengarak sokok ini sangat penting untuk dilestarikan sebagai bentuk wujud toleransi yang tinggi atas perbedaan yang ada di desa tersebut.