Dokumen Usada Bali

Usada Bali


Usada berasal dari berakar langsung dari pengetahuan masyarakat lokal (local knowledge), (Suetama, IB. 2021). Usada Bali berakar langsung dari pengetahuan masyarakat lokal Bali. Lingkungan sering disebut sebagai faktor penting yang memengaruhi status kesehatan individu, termasuk lingkungan hidup, lingkungan binaan, dan lingkungan sosial. Seluruh sistem tubuh dalam keadaan sehimbang, sehingga mampu berfungsi dengan baik. Unsur humoral (Tridosha: Pitta (api/panas), Kapha (air/dingin), vatta/ vayu (Udara/dumelada). Pulau Bali yang Kata  'Bali' dari akar kata 'Wali' yang berasal dari Bahasa Palawa yang berkembang di India Selatan. Wali yang kurang lebih artinya 'persembahan' (Banten (upakara) pada masa sekarang). Seperti halnya kata Basuki diberi nama Basakih, yang berarti 'Selamat’.

Dalam Prasasti Sukawana A1 tercerminkan bahwa pada zaman Bali Dwipa di bidang agama, dipengaruhi oleh zaman prasejarah, terutama dari zaman megalitikum masih yang terasa kuat. Kepercayaan pada zaman itu dititikberatkan kepada pemujaan roh nenek moyang yang disimboliskan dalam wujud bangunan pemujaan yang disebut Teras Piramid atau Bangunan Berundak-Undak. Kadang-kadang di atas bangunan ditempatkan menhir, yaitu tiang batu monolit sebagai simbol roh nenek moyang mereka. Pada zaman Hindu Bali Dwipa hal ini terlihat pada bangunan pura yang mirip dengan pundan berundak-undak.Kepercayaan pada dewa-dewa gunung, laut, dan lainnya yang berasal dari zaman sebelum masuknya Hindu majapahit tetap tercermin dalam kehidupan masyarakat pada zaman setelah masuknya agama Hindu dari majapahit. Pada masa permulaan hingga masa pemerintahan Raja Sri Wijaya Mahadewi tidak diketahui dengan pasti agama yang dianut pada masa itu. Hanya dapat diketahui dari nama-nama biksu yang memakai unsur nama Siwa, sebagai contoh biksu Piwakangsita Siwa, biksu Siwanirmala, dan biksu Siwaprajna. Berdasarkan hal ini, kemungkinan agama yang berkembang pada saat itu adalah agama Siwa. Baru pada masa pemerintahan Raja Udayana dan permaisurinya, ada dua aliran agama besar yang dipeluk oleh penduduk, yaitu agama Siwa dan agama Budha. Keterangan ini diperoleh dari prasasti-prasastinya yang menyebutkan adanya mpungku Sewasogata (Mirip Siwa–Buddha) sebagai pembantu raja (Babad Desa Sukawana. 2018). Dalam sejarahnya, pada awalnya Usada Bali sebagai warisan masyarakat penduduk Bali Aga, pengobatan tradisional Usada yang diwarisi secara turun temurun disamping pengaruh kebudayaan india, tentu sudah ada sebelumnya yang berasal dari kearifan lokal (Penduduk Bali Aga) yang dilakukan oleh masyarakat Bali aga. Pengobatan tradisional yang diwarisi secara turun temurun disamping pengaruh kebudayaan india, tentu sudah ada sebelumnya yang berasal dari kearifan lokal (Penduduk Bali Aga) yang dilakukan oleh masyarakat Bali aga yang telah ada sebelum datang Para Rsi dan Para Mpu dan Para Danghyang bersama para pengikutnya yang berasal dari Majapahit (masyarakat Java kuno) ke Bali. 

Tata cara penyehatan

Didalam pengobatan tradisional Bali (Usada) ada beberapa cara didalam upaya mendiagnosis keluhan diri sendiri berdasarkan informasi kesehatan yang didapatkan secara mandiri, misalnya dari keluarga, teman, bahkan pengalaman sakit yang telah terjadi di masa lalu. Diagnosis diperlukan untuk mengetahui suatu diagnosis yang menetapkan keadaan normal atau keadaan menyimpang yang disebabkan oleh suatu penyakit yang membutuhkan tindakan medis/pengobatan holistik.

Diagnosa penyakit para pelaku Pengusada (Balian) dilakukan dengan menggunakan empat cara, seperti: 

  • Praktyaksa Pramana, yaitu cara mengetahui penyakit dengan memeriksa langsung melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rabaan termasuk sesinglar/cecorong. 

  • Anumana Pramana, yaitu cara mengetahui penyakit dengan melihat tanda-tanda saja, lalu menarik kesimpulan. Umpama dengan melihat tinja atau dahak, penyakit bisa diketahui. 

  • Sabdha Pramamana, yaitu cara mengetahui penyakit dengan mendengar keterangan pasien dapat diketahui penyakitnya. 

  • Agama Pramana, dengan menggunakan tenung atau pengetahuan yang  berkaitan dengan ramalan, seperti: kapan mulai jatuh sakit, hari apa pasien datang ke rumah Pengusada, berberapa ia datang, berbusana warna apa dan posisi kaki waktu datang.

Dalam Pengobatan Usada, para Usadawan tentu sudah memiliki dasar sebagai penyebab memiliki kemapuan (kesidian) untuk mengobati clients dengan pakemnya masing-masing. Secara umum bersih diri sekala + niskala, berdoa (meditasi), sebelumnya untuk siap nyayah dan menerima clients dalam kesehariannya tentu telah berdoa kepada Sesuhunan yang disungsungnya dan ritual sesuai pakemnya masing-masing untuk memperkuat / mendapatkan keahlian (kesidian).  Diagnosa dilakukan dengan cara bekerjasama dengan klien dan keluarganya/pengantar berusaha untuk lebih dekat untuk saling membangun kepercayaan (Usadawan-client). 

Jenis Penyakit Tata Cara Penerapan Terapi Pengobatan Tradisional Usada Bali

Pengertian sakit adalah berasa tidak nyaman di tubuh atau bagian tubuh karena menderita sesuatu (demam, sakit perut, dan lain-lain). Sakit juga merupakan gangguan dalam fungsi tubuh individu sebagai kesatuan, termasuk keadaan organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya. Sakit juga dapat disebabkan oleh beberapa hal, baik itu yang berasal dari gaya hidup yang kurang sehat, lingkungan yang tidak bersih, ataupun karena menurunnya metabolisme tubuh (Parson, 1972).

Saat ini, berbagai fasilitas medis sudah semakin diperhatikan terkait dengan perkembangan penyakit yang berbeda di tiap tahunnya, pelayanan kesehatan sudah banyak disediakan dengan berbagai alat modern dalam menunjang pekerjaannya. Tidak lupa juga adanya tenaga rofesional yang membantu dokter dalam pekerjaannya, pada umumnya tenaga profesional ini termasuk ke dalam tenaga kesehatan.Semakin majunya dunia kesehatan tidak berjalan beriringan dengan perilaku sehat dari masyarakat. Perilaku sehat pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan (Simons –Morton et al., 1965). Dasar orang berperilaku dapat ditentukan oleh nilai, sikap, dan pendidikan atau pengetahuan (Notoadmojo, 2005). Masyarakat sering kali enggan untuk pergi ke rumah sakit yang umumnya disebabkan karena biaya pengobatan di rumah sakit yang terbilang cukup tinggi bagi masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah kebawah. Di Bali era milenial saat ini, terdapat dua jenis pengobatan yang sering digunakan oleh masyarakat antara lain pengobatan konvensional (sistem Bio Medis kedokteran), dan pengobatan empiris (sistem Bio Kultural /pengobatan tradisional). Pengobatan konvensional adalah dengan metode medis dan kedokteran, pengobatan konvensional dilakukan dengan cara-cara ilmiah atau telah diujicobakan dengan penelitian dan dipertanggungjawabkan hasilnya. Sedangkan Pengobatan Tradisional menurut WHO (2000) adalah jumlah total pengetahuan,keterampilan, dan praktik-praktik yang berdasarkan teori-teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat dan budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta untuk meningkatkan, mencegah, mengobati meperbaiki kesehatan secara tradisional baik secara fisik, mental dan holistik.

Dalam ilmu Kesehatan ayurveda bahwa konsep sehat dan upaya pemeliharaannya dengan konsep Tri Upasthamba :Ahara (tentang diet), Nidra (tentang pola tidur) dan Brahmacharya (pengendalian energi seksual). Orang akan senantiasa sehat (swasthya) bilamana memahami konsep sehat dan dapat mengatur pola makanan, pola istirahat dan pengendalian energi seksual yang benar. Kesehatan adalah modal utama mencapai cita-cita hidup oleh karenanyapengetahuan tentang konsep sehat dalam ayurweda dan upaya memelihara kesehatan perlu senantiasa diketahui untuk kemudian dipraktikkan dalam upaya menghidari diri dari gangguan penyakit. Berperilaku yang sehat sesuai usia. Selanjutnya Tri Upastamba tersebut dipengaruhi Tri Dosha yakni Wata (unsur ether dan udara), Pitta (unsur air dan api), dan Kapha (unsur air dan bumi) (Sridana.2021).


Bentuk-Bentuk Olahan Obat Usada Bali

Para Usadawan (Balian) meramunya dengan berbagai bentuk / olahan. Menurut Usada Yeh airlah merupakan obat paling utama untuk menghilangkan penyait. Karena itu cara pengobatan dengan Usada Bali dan Usada Yeh yang digabung muncullah obat loloh, boreh dengan urap, simbuh, kompres (usug) dengan air hangat dan lain-lain. 

Olahan-olahan yang umum berlaku dimasyarakat untuk mempermudah pemakaiannya sebagai berikut:

  • Tutuh atau pepeh

Berbentuk cairan sari pati, pengolahannya: segala ramuan diambil sari patinya, dengan memeras bahan-bahanya, jika bahan keras digiling. Campur sedikit dengan air, remas-remas diperas dan disaring. Juga mungkin berupa minyak hasil gorengan bahan, tergantung petunjuk pengobatan. Cara pemakaiannya: diteteskan pada telinga atau hidung atau keduanya (Sutara dan Kriswiyanti, 2007).

Boreh Cara membuat adalah bahan-bahan dihaluskan tidak perlu diperas kemudian dicampur dengan cairannya. Aturan pemakaiannya: selesai diolah langsung diparemkan pada anggota badan, tidak dibagian perut. Kadang sebelum digunakan didadah atau dipanaskan terlebih dahulu (Sutara dan Kriswiyanti, 2007).

  • Loloh

Cairan sari pati yang lebih pekat, cara pengolahannya: kecuali bahan lain terlebih dahulu digiling tidak perlu sampai halus, diremas-remas kemudian diperas serta disaring. Campur dengan cairan yang telah ditentukan kemudian ditambahkan sedikit garam, siap diminum tapi bila perlu diminum hangat harus didadah atau sekeb. Cara lain untuk mengahangatkan adalah bahan yang telah digiling ditim (bungkus dengan daun pisang dan dikukus) terus ditambuh. Pemakaiannya dengan cara diminum (Sutara dan Kriswiyanti, 2007).

  • Uap atau urap

Bentuk hampir sama dengan boreh, cara membuat seperti tutuh dan boreh. Aturan pemakaiaan: dengan menggunakan tangan urapkan pada kulit bagian badan yang dirasa sakit (Sutara dan Kriswiyanti, 2007).

  • Ses atau cairan pembersih luka.

Berupa cairan sebagai pencegah infeksi, cara membuat bahan direbus dalam air kemudian setelah mendidih didinginkan lebih dulu baru digunakan dengan cara menyiram bagian luka (Sutara dan Kriswiyanti, 2007).

  • Oles 

Bentuk dan cara pengolahannya sama dengan urap atau lumur, tapi saat menggunakan dengan memakai alat berupa lidi atau bulu ayam (Sutara dan Kriswiyanti, 2007).

  • Obat sembur (Simbuh) Bahan ramuan dikunyah setelah lumat langsung disemburkan pada bagian yang sakit (Sutara dan Kriswiyanti, 2007).

  • Obat tampel atau tempel (jika diubun-ubun disebut pupuk) Bentuk dan pengolahan seperti boreh tapi lebih padat dan cara pemakaian dengan ditempelkan kebagian yang sakit, biasanya dipusat nadi (Sutara dan Kriswiyanti, 2007).

Sifat Obat Tradisional Usada Bali.

Efek/ sifat obat Usada Bali secara Umum: 

  • Ramuan bersifat hangat, biasanya untuk membantu pengobatan sindroma dingin, takut dingin, tangan dan kaki dingin, lidah pucat atau nadi lambat. dengan ciri tanaman:

    • Bunganya putih, kuning, hijau; 

    • Rasanya manis, asam

    • Getahnya putih, kuning, hijau

  • Ramuan bersfat Tis (dingin) Ramuan bersfat Tis (dingin), Biasanya Untuk membantu keluhan penyakit dengan gejala: kombinasi antara dingin dan hangat sebagai peluruh kencing, melunakkan dan sebagai pencahar, dengan ciri tanaman:

  • Bunganya bunga biru keputihan 

  • Rasanya asin dan netral /tawar (amla) 

  • Getahnya berwarna getah biru-putih, biru mesawang putih, cendrung getah warna campuran, biru jingga

  • Ramuan bersifat Dumalada (sedang), membantu mengatasi maslah penyakit panas dalam, perut, demam, rasa haus, warna kencing kuning tua, lidah merah, atau denyut nadi cepat..dengan ciri tanaman:

  • Bunganya merah, biru

  • Rasanya pahit, pedas, sepat

  • Getahnya merah, biru

(Lontar UTP Gedong kertia naskah IIIC 1513/22).

Orang Bali mempunyai dua istilah untuk kata obat, yaitu "sarana" dan "tamba" yang disebut Cerana bukanlah obat, dalam arti, kita mengartikannya, tetapi ia hanya merupakan suatu perantara untuk kekuatan yang menyembuhkan, suatu upaya untuk menghubungkan kekuatan penyembuhan dengan penyebab penyakit dalam tubuh atau merangsang masuknya kekuatan itu. Setelah (Sang balian) memusatkan atau memasukkan serana itu pada kekuatan penyembuh, maka ia disebut "tamba" atau dengan kata biasa (bahasa Bali rendah) ubad.

Dalam sistem pengusadan Bali segala obat dan metode penggarapan yang dapat dipakai sebagai cerana, yang harus dipergunakan diberi kekuatan oleh Sang Pengusada (Balian) berupa kekuatan gaib / japi mantra (JAMU). Jadi, jika ada seorang-orang jatuh sakit dan mempergunakan obat baik yang dianjurkan oleh seorang teman atau keluarga, tanpa bantuan seorang seorang pengusada (Balian) yang mumpuni, maka obat demikian disebut "kendaraan tanpa penghuni" (pengemudi) atau "obat perangsang tanpa isi". Jika pergi juga pada balian dengan permintaan (bantuan), maka sang balian menyuruh si sakit atau utusannya mencari bahan-bahan tumbuh-tumbuhan dan pada bahan-bahan itu ia mengucapkan doa atau mantra tertentu, apa kemudian diminta si sakit mengunakannya sebagai sarana terapi, baik dalam bentuk campuran dari bahan-bahan alam tersebut atau rebusan dari padanya, itulah yang disebut "tarnba," yang dapat menimbulkan "japa" (di sini pengertian "japa" rupanya lain dari biasa) akibat. Dan jika umparnanya seorang Pengusada (Balian) mengurut seorang sakit, sambil bermantra, maka perbuatan mengurut itu adalah carana ia (perbuatan mengurut itu) adalah upaya menghubungkan si sakit dengan mentra itu. Jadi orang dapat memaharkan, bahwa mantra itu bagi orang Bali adalah sesuatu syarat mutlak, jika ia ingin mengandalkan suatu obat, sesuai dengan ungkapan ini maka disebutkan segala penyakit ada obatnya, bahkan untuk penyakit-penyakit yang dilarang untuk diobatinya. Dengan doa dan pengharapan yang besar kepada penguasa semesta dengan yakin Penguasa kehidupan akan memberikan kesembuhan sehingga pengusada dan keluarganya dengan yakin akan berusaha mencari pengobatan untuk kesembuhannya, walau ada yang berhasil dan ada pula berakhir dengan kekecewaan. Semua itu diangap takdir yang harus diterima dan diiklaskan namun sudah puas pula telah ikut berusaha untuk menyelamatkannya (Sudiastra, suwidja. 1991/1992).


Masyarakat Bali tetap percaya terhadap sistim pengobatan tradisional Bali. Pengobatan tradisional Bali dilakukan secara holistik untuk mencapai keseimbangan tubuh pisik, jiwa dan spiritual. Pengobatan tradisional yang dimaksud mengacu pada tradisi, pengalaman, keterampilan turun-temurun masyarakat Bali, baik yang belum tercatat maupun yang terliterasi dalam lontar Usadha Bali atau manuskrip yang memuat sistem, bahan atau obat, dan cara pengobatan tradisional Bali.

Fungsi dan manfaat Pengobatan Tradisional Usada Bali.

Pengobatan tradisional Bali dibuat untuk keseimbangan secara holistik mencapai keseimbangan antara shtula sarira. suksma sarira, dan antahkarana sarira. Hal ini karena masyarakat Bali percaya bahwa sehat-sakit terjadi merupakan kombinasi shtula sarira-suksma sarira-antahkarana sarira yakni keseimbangan antara badan (Body), pikiran (Mind), dan jiwa (spirit). Penyakit akan terjadi bila tidak ada kesinambungan antara fisik, emosional, mental, atau spiritual. Kedua, pengobatan tradisional menggunakan pendekatan menyeluruh pada diagnosis dan tindakan, bukan melihat bagian per-bagian tubuh. Ketiga, pengobatan tradisional berdasarkan pada kebutuhan individu, berbeda orang berbeda tindakan meskipun pada kasus penyakit yang sama (Jauhari et al., 2008).

Dukungan dan Pengembangan Pengobatan Tradisional Usada Bali

Pengetahuan ini dapat memiliki nilai unggul, kompetitif dan inovatif dari masyarakat Bali dan masyarakat Indonesia. Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru, Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali perlu dikembangkan dengan memanfaatkan nilai-nilai adat, tradisi, seni, budaya, serta kearifan lokal Krama Bali. Pengobatan tradisional Bali merupakan warisan pengobatan leluhur Bali yang telah berhasil mengantarkanmasyarakat Bali menjadi manusia yang sehat secara fisik,mental, spiritual, dan sosial yang harmonis antara diri (bhuana alit) dan lingkungannya (bhuana agung) Maka dukungan semua pihak untuk perkembangannya perlu ditingkatkan. Adapun diharapkan bias membantu pengembangannya antara lain: 

Dukungan pemerintah

Perkembangan dunia kesehatan di Indonesia tiap tahunya terus mengalami peningkatan yang sangat pesat dan signifikan, terutama dalam bidang pengobatan. Adanya perubahan orientasi terkait cara upaya pemecahan masalah kesehatan yang banyak dipengaruhi oleh sektor ilmu pengetahuan, ekonomi dan tekhnologi, dimana hingga saat ini didominasi oleh sector ekonomi, Biaya kesehatan menjadi cukup mahal sehingga menjadi berat ditanggung oleh masyarakat dengan kalangan ekonomi menengah kebawah. Sedangkan bagi masyarakat yang berkemampuan secara ekonomi, hal ini tidak menjadi masalah dalam memilih pelayanan kesehatan. Sementara itu bagi masyarakat yang kurang atau bahkan tidak berkemampuan memilih pelayanan kesehatan modern, mereka akan lebih memilih pelayanan untuk kesehatan mereka secara alternatif atau tradisional. Gejala-gejala seperti ini seolah-olah menjadi suatu legitimasi kolektif, bahwa pola pengobatan modern hanya dimiliki oleh orang yang kaya, sedangkan pengobatan tadisional dan alternatif dimiliki oleh kelompok kalangan bawah (Kartika et al., 2016) selain itu, Pemberian pengobatan secara tradisional di pandang lebih minim efek samping yang negatif di bandingkan dengan metode pengobatan secara modern (Skripsa, 2020)

Dukungan Akademisi

Sebagai negara yang kaya akan rempah-rempah dan tumbuhan obat, sudah seharusnya Indonesia mampu mengembangkan obat tradisional. Dengan begitu sedikit demi sedikit dapat mengurangi ketergantungan akan obat konvensional. masyarakat Indonesia sudah lama mempercayai jamu untuk mengatasi masalah kesehatan. Karena itu, upaya pemanfaatan jamu tidak bisa dilarang. Sebaliknya, jamu seharusnya bisa dikaji secara ilmiah untuk disandingkan dengan pengobatan medik yang menggunakan obat farmasi. Para akademisi dan pemerintah terus mendorong pengembangan tanaman obat yang ada di daerah-daerah. perkembangan pengobatan tradisional di Indonesia hingga saat ini berjalan baik. Agar tidak disalahgunakan fungsinya,  Kemenkes bekerjasama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) terus mengawasi pengembangan dan penggunaan jamu dan obat tradisional, sehingga masyarakat bisa mendapatkan pengobatan dengan baik tanpa mengandung zat-zat kimia yang membahayakan tubuh. pengobatan tradisional itu penting bagi masyarakat sebagai alternatif. "Yang menentukan pasien sendiri, kalau merasa cocok dengan jamu atau pengobatan alternatif ya tidak. Untuk menjamin tersedianya obat tradisional yang terjamin mutu, khasiat dan keamanannya, teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam pelayanan kesehatan formal (Kominfo. 2014). Pengobatan tradisional di dunia sudah berkembang pesat, seperti battra di Tiongkok ada 30 persen dan di Amerika ada 20 persen, bahkan di Amerika ada 30-an fakultas yang mempelajari battra secara konsisten. Bahkan, penelitian tentang pengobatan tradisional sebenarnya cukup banyak, seperti UGM yang sudah memiliki penelitian tentang pengobatan tradisional untuk autisme, IPB yang memiliki penelitian pengobatan tradisional anti-pikun, Unair juga memiliki penelitian tentang khasiat semanggi untuk menghindari osteoporosis atau kayu manis untuk anti-diabetes. Semuanya harus berdasarkan pada keilmuan, karena pengobatan tradisional itu mirip dengan pengobatan konvensional yang memiliki formulasi dalam takaran tertentu, meski obat tradisional tapi bila formulasi tidak sesuai juga bisa berbahaya. Baga manapun, pengobatan tradisional merupakan cara pengobatan yang ada sejak jaman kerajaan. Penggunaan bahan-bahan berdasarkan resep nenek moyang, adat istiadat, atau bahkan kepercayaan yang diyakini bersifat magis itu telah diuji secara ilmiah oleh para akademisi dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Selain itu, regulasi juga perlu ditata (Kominfo. 2014).


Dukungan organisasi dan masyarakat.

Dukungan organisasi dan masyarakat kesehatan tradisional dan dukungan masyarakat secara luas memilih cara pengobatan alam untuk penyakit yang keluhannya ringan, Saat ini ada kecenderungan masyarakat beralih menggunakan bahan-bahan alami dalam meningkatkan kesehatan dan kebugarannya. Sejak lama bangsa Indonesia mengenal khasiat berbagai macam jenis tanaman sebagai sarana perawatan kesehatan, pengobatan serta untuk mempercantik diri yang selama ini dikenal sebagai jamu. Berbagai produk alami yang berasal dari tumbuhan telah menjadi komoditi komersial, dan menarik bagi para pengusaha bahan alam. Bahkan pasar dalam negeri untuk produk herbal telah mengalami peningkatan. Keperluan industri obat dan jamu. Pemakaian obat bahan alam untuk pengobatan telah lama dipraktekkan masyarakat Indonesia karena hasil dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung. Oleh karenanya tidak mengherankan bila penggunaan obat bahan alam cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya pemakaian jamu oleh masyarakat dan di sisi lain industri obat bahan alam terus berkembang, hal tersebut sebagai daya ungkit masyarakat dan organisasi dibidang pertanian terus meningkat mengembangkan ketersediaan bahan baku yang bermutu dan penegmbangan lebih jauh. Pemerintah mendukung dan mengupayakan melauai intansi terkait untuk ketersediaan bahan baku, ketersediaan obat dalam jenis dan jumlah yang cukup, keterjaminan kebenaran khasiat, mutu keabsahan obat bahan alam yang beredar serta kepastian perlindungan masyarakat dari penyalahgunaan obat yang dapat merugikan/ membahayakan masyarakat. Dalam kondisi seperti saat ini upaya yang paling tepat adalah mendorong pengembangan obat herbal jamu ke arah obat herbal berstandar dan fitofarmaka dengan harapan dapat mengurangi ketergantungan terhadap obat modern yang hampir sebagaian bahan bakunya masih diimport (Universitas Gajah Mada. 2010).

Berdasar pada keyakinan dan kepercayaan Masyarakat Bali,  manusia diusahakan untuk selalu menjaga diri dengan kerendahan hati  terhadap berbagai penyakit dengan memahami Catur Bekel Dumadi, dengan menghindari Tri Capala, dengan melaksanakan Tri Danti, dengan menyadari betapa perlunya Tri Boga yang didasari oleh Tri Parartha, dan tidak melupakan Dewa Gaṇesā atau Vināyaka sebagai Dewa Penghalang dari segala rintangan dengan tiga sumber di atas, serta melaksanakan apa yang menjadi pedoman penyembuhan terhadap penyakit yang dideritanya, dengan penuh keyakinan atau sesuai dengan keyakinannya masing-masing, maka Asungkara atau atas ijin Ida Sang Hyang Widhi atau Tuhan yang maha Esa, Om Awighnam Astu Namo Siddham, semoga sembuh dan terhindar dari marabahaya. 

Konsep pelayanan kesehatan tradisional Bali yakni; 

(1) Gangguan kesehatan individu disebabkan oleh ketidakseimbangan/harmoni bhuana alit (tubuh manusia) dengan bhuana agung (lingkungan alam semesta), unsur fisik, mental, sosial, spiritual, dan budaya; 

(2)  Manusia memiliki kemampuan beradaptasi dan penyembuhan diri sendiri (self healing); 

(3) Penyehatan dilakukan dengan pendekatan holistik (menyeluruh) dan alamiah yang bertujuan untuk menyeimbangkan kembali antara kemampuan adaptasi dengan penyebab gangguan kesehatan 

Penyakit tidak hanya merupakan gejala biologi saja, tetapi juga memiliki dimensi yang lain yakni sosial budaya. Menyembuhkan suatu penyakit tidak cukup hanya dengan menangani masalah biologinya saja, tetapi harus digarap masalah sosial budayanya. Masyarkat pada umumnya mencari pertolongan pengobatan bukanlah karena penyakit yang patogen, tetapi kebanyakan akibat adanya kelainan fungsi dari tubuhnya. Masyarakat di Bali masih percaya bahwa pengobatan tradisional Usada banyak maanfaatnya untuk menyembuhkan orang sakit. Walaupun telah banyak ada Puskesmas tersebar merata di setiap kecamatan, tetapi berobat ke pengobat tradisional Bali (Balian) masih merupakan pilihan yang tidak dapat dikesampingkan begitu saja baik bagi orang desa maupun orang kota. Oleh karena itu maka pelayanan kesehatan tradisional, baik emperis, komplementer maupun integratisi, sangat diperlukan oleh masyarakat Bali. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat